SANUSI (37) sangat terkejut ketika Kamis, 14
Desember 2012, didatangi beberapa satpam
Pondok Pesantren Al-Zaytun, tempatnya bekerja. Saat itu Sanusi sedang di Gedung Ali (salah satu bangunan di kompleks Al-Zaytun) bersama Temo, teman kerjanya. Sanusi dan Temo kemudian dibawa ke pos keamanan yang ada di Gedung Ali.
Prak! Wajah Sanusi tiba-tiba ditampar Suwandi, salah satu satpam. Saat itu Suwandi tidak berkata sedikit pun. Setelah menampar, Suwandi yang ditemani Komarudin, menyeret Sanusi dan Temo ke dalam mobil Panther, yang dikemudikan Pasaribu. Keduanya
dibawa ke gedung Masiqoh. Ini merupakan gedung utama yang dipakai sebagai kantor dan rumah dinas Panji Gumilang, pemimpin Al-Zaytun.
“Di situ saya langsung diinterogasi sama Pak Suwandi, dan saya ditampari sama buku yang ditekuk-tekuk ke muka saya. Dagu saya diangkat supaya muka saya terlihat. Terus tangannya mengepal dan menonjok jidat saya,” ujar Sanusi saat ditemui majalah detik, Senin 31 Desember 2012. Toni Ismawan, satpam lainnya, kemudian mengambil selebaran yang dikumpulkan Temo, salah seorang temannya. Tebal selebaran itu sekitar satu rim. Selebaran setebal 500 lembar itu kemudian ditimpakan ke kepala Sanusi. Setelah itu tangan Sanusi dipiting sambil diteriaki Toni. Dari situ Sanusi tahu penyebab ia dibawa ke pos keamanan terkait selebaran yang berisi kritik terhadap Al-Zaytun, terutama masalah kesejahteraan dan gaji. Sanusi mengakui, dirinya yang pertama kali menyebarkan selebaran itu di kompleks pesantren yang memiliki santri ribuan orang tersebut.
Pemukulan yang dialami Sanusi tidak berhenti sampai di situ. Begitu datang Iskandar Saefullah, bendahara yayasan atau sering disebut sebagai Menteri Keuangan Al-Zaytun, kepala Sanusi lagi-lagi dipukul menggunakan selebaran setebal satu rim. Bahkan Iskandar juga menebar ancaman kepada dirinya. “Saya akan pecahkan kepala kamu! Saya akan penggal leher kamu! Saya akan rendam di air panas dan tidak akan ada yang menolong kamu!” begitu ancaman Iskandar Saefullah, seperti ditirukan Sanusi.
Usai dihajar habis-habisan, Sanusi langsung diboyong dengan tangan diborgol. Ia dibawa ke basement gudang atas instruksi Iskandar. Setelah dimasukkan ke dalam sel ala Al-Zaytun, tangannya kemudian diborgol ke jemuran berbahan aluminium yang ada di ruangan berukuran 3 x 6 meter tersebut. Menurut Sanusi, ruangan itu terasa sempit, sebab di dalam ruangan juga terdapat tumpukan kardus dan tripleks. Parahnya lagi ruangan sangat minim ventilasi udara dan lampu yang redup. Beberapa jam kemudian pintu basement itu dibuka.
|
Barang Bukti |
Ia melihat rekan kerjanya, Widodo, dan Adi Trimojo juga dibawa ke ruangan itu. Keduanya teman Sanusi yang ikut menyebarkan selebaran. Begitu masuk, Widodo dan Trimojo juga diborgol di jemuran. Berikutnya giliran Tukino dan Sutrisno yang dimasukkan ke dalam basement. Keesokan harinya, Jumat, 15 Desember 2012, penyiksaan kembali terjadi. Edi Suwignyo, satpam lainnya, memukuli dan menendang Sanusi. Begitu juga terhadap Widodo dan Trimojo. Sore harinya, interogasi yang diselingi pemukulan dihentikan, sebab para petugas keamanan sibuk mengurus kedatangan Menteri Agama Suryadharma Ali ke Al-Zaytun. Esok harinya, Sabtu, 16 Desember, giliran Widodo, Sutrisno, dan Tukino yang kena bogem mentah dari satpam bernama Jun Junaedi yang dibantu Edi Suwignyo. Selain memukul, Junaedi juga menjambak rambut Widodo, Sutrisno, dan Tukino hingga mereka meringis kesakitan. “Saya ditendang di perut bagian bawah dan wajah,” ungkap Tukino kepada majalah detik.
Sore di hari yang sama, Sanusi, Tukino, Widodo, Sutrisno, dan Trimojo disidang di pos keamanan gedung utama. “Saat itu yang menyidang Pak Aceng, Pak Rasdi, Pak Iskandar, dan dari dua satpam: Toni Imawan dan Edi Suwignyo,” jelas Sanusi.Menurut Sanusi, penyekapan dan penyiksaan yang menimpa mereka sebenarnya diketahui Panji Gumilang. Sebab Panji sempat ke pos keamanan, Sabtu, 16 Desember 2012. Begitu juga anaknya yang mondarmandir di depan pos keamanan. Selain disekap dan disiksa, lima karyawan Al-Zaytun itu juga jarang dikasih makan. Sehari hanya dikasih makan sekali, itu pun kalau ada sisa makanan dari pos keamanan. Alhasil kelima tahanan Al-Zaytun itu selama ditahan tidak hanya menahan sakit, tetapi juga lapar.
Penyekapan dan penyiksaan yang mereka alami baru berakhir ketika istri-istri mereka melapor ke Polsek Gantar, Senin, 17 Desember 2012. “Para istri korban melapor sudah 3 hari suami mereka tidak pulang,” kata Kapolsek Gantar, Indramayu, Iptu Acep Hasbullah kepada majalah detik. Setelah mendapat laporan, kata Acep, beberapa petugas dari Polsek Gantar dan Koramil Gantar, menyanggongi Al-Zaytun. Tidak mudah untuk bisa masuk ke dalam kompleks pesantren itu. “Kita butuh waktu lebih 1 jam berunding untuk bisa masuk ke Al-Zaytun,” terang Acep. Untuk masuk ke Al-Zaytun memang bukan perkara mudah. Menurut informasi yang dihimpun majalah detik, di sekitar kompleks pesantren itu, tokoh setingkat Kapolres maupun bupati tidak bisa seenaknya masuk ke dalam kompleks tanpa seizin Panji.
Begitu juga kendala yang dialami polsek dan Koramil Gantar yang dipimpin Iptu Acep. Mereka harus melakukan negosiasi yang alot untuk bisa masuk ke dalam kompleks tersebut. Setelah berhasil masuk, polisi dan petugas Koramil menemukan kelima orang itu di ruangan basement. Saat itu mereka terlihat sedang tertidur di ruanganyang dialasi kardus. Setelah melakukan pembicaraan panjang, polisi berhasil membawa kelima korban penyekapan ke luar kompleks.
Hari itu juga kelima korban membuat laporan resmi ke Polsek Gantar atas dugaan perampasan kemerdekaan orang lain. Begitu menerima laporan, Polsek Gantar langsung melimpahkan kasus itu ke Polres Indramayu. “Besoknya (Selasa, 18 Desember 2012) kami di-BAP di Polres,” jelas Sanusi.Kapolres Indramayu AKBP Golkar Pangarso saat dikonfirmasi, mengatakan, saat ini ada 9 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyekapan itu. Mereka dijerat dengan pasal yang berbeda tergantung perannya dalam kasus penyekapan dan penyiksaan itu. Misalnya Iskandar Saefullah (Menteri Keuangan AlZaytun) dijerat pasal 170 dan 335, Edi Suwignyo (satpam) dijerat pasal 170, Toni Ismawan (satpam) dijerat pasal 352, Darim Tarikin (satpam) pasal 333 juncto 55, Darto (satpam) kena pasal 335 juncto 55, Kuwat Slamet (satpam) pasal 352, Junaedi Darma (satpam) dijerat pasal 352, Murjiman (satpam) terkena pasal 352, serta Suwandi (satpam) dikenakan pasal 333 juncto 352. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah gelar perkara pada Jumat, 21 Desember 2012. Para tersangka juga telah diperiksa pada Jumat, 4 januari
2013. Seminggu kemudian Iskandar, Suwandi, Darto, Darim ditahan.
Namun soal keterlibatan Panji Gumilang, Kapolres Indramayu mengaku masih mendalaminya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyatakan, sebenarnya kasus penyekapan dan penyiksaan itu sangat gampang untuk segera ditangani polisi. Hanya saja polisi dianggap masih sungkan dengan nama besar Panji Gumilang, apalagi dalam kepengurusan Al-Zaytun disebut ada mantan KaBIN Hendropriyono.
“Kalau mereka diperintahkan oleh Panji langsung, apalagi sampai di bawah rumah dia, ini harusnya ketahuan siapa aktornya. Apalagi di pesantren dia yang sifatnya di bawah komando dia,” tegas Azhar.Dengan kata lain, imbuh Azhar, polisi mau kerja atau tidak? Apakah punya keberanian dan kemampuan atau tidak mengusut kasus penyekapan yang terjadi di Al-Zaytun? Sebab selama ini, menurut catatan KontraS, level Mabes Polri saja sulit tembus ke Al-Zaytun, apalagi level Polres Indramayu. Hendropriyono yang dihubungi majalah detik enggan berkomentar. “Saya sudah tidak lagi berhubungan (dengan Panji) sejak tidak lagi menjabat KaBIN,” kata Hendro. Ketua Komnas HAM, Otto Nur Abdullah menilai penyekapan yang dilakukan Al-Zaytun sangat keterlaluan. “Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan telah melakukan tindakan yang tidak islami, bahkan berbohong” ucapnya.
Sumber : majalah.detik.com