Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........

Perampok Pegadaian Samarinda Diduga Jaringan Teroris

Minggu, 10 Februari 2013 | 0 komentar


Muncul dugaan bahwa perampokan yang terjadi di Kantor Pegadaian Syariah, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Kalimantan Timur pada Senin (4/2/2013) dilakukan oleh jaringan teroris.

Dari hasil audit internal Pegadaian Syariah, para perampok bersenjata api berhasil menggondol uang tunai Rp 15 juta, 12 kilogram emas batangan, dan perhiasan. Pegadaian menyerahkan rincian barang yang hilang secara tertulis kemarin kepada kepolisian. Kerugian yang diderita sebesar Rp 6,7 miliar.

Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Feby DP Hutagalung mengatakan, hingga saat ini sudah lima saksi diperiksa. Mulai pegawai Pegadaian Syariah dan nasabah.

Menurut keterangan para saksi, sebelum kejadian seorang nasabah sedang bertransaksi ketika perampokan terjadi. Kepolisian sedang menyelidiki secara global apakah aksi ini berkaitan dengan jaringan teroris atau bukan.

Feby mengatakan, penyelidikan melibatkan tim gabungan dari Polda, Polres, dan Polsek. Semua dipantau Mabes Polri . Dugaan perampok adalah kelompok profesional semakin kuat. Ini ditilik dari modus para penyamun yang beraksi pada siang hari ketika jam padat nasabah dan diduga membawa senjata api.

“Segala kemungkinan ditelusuri. Bukan tidak mungkin mereka bagian dari jaringan teroris. Perampokan ini direncanakan dengan matang. Para pelaku telah meneliti seberapa besar peluang mereka. Boleh jadi pelaku tidak sekali ini saja beraksi,” jelas Feby.

Dalam jaringan teroris, perampokan diperbolehkan dalam rangka penggalangan dana untuk membiayai kegiatan teror. Mereka menyebut aktivitas ini sebagai fai’.

Jika ditelusuri, wilayah Kalimantan Timur pernah menjadi tempat persembunyian teroris. Faisal dan Yuardi, dua teroris yang terlibat penembakan polisi di KCP BCA Palu pada Mei 2011, ditangkap oleh Tim Densus 88 Antiteror di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sumber: kaltimpost.co.id

Situs yang Menyebarkan Hate Speech Harus Ditutup

| 0 komentar



Internet merupakan media yang sangat efektif menyampaikan gagasan. Bahkan internet seringkali dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan ideologisasi radikal dan lain sebagainya.

Dalam riset Andika Hendra Mustaqim, yang berjudul “Analisis Rubrikasi Media Online dan Pangaruhnya Membendung dan Menyebarkan Perkembangan Ideologi Radikalisme dan Terorisme” mencatat, ada beberapa media online yang ia kategorikan sebagai media radikal. Media tersebut antara lain: Arrahma.com dan Voa-islam.com.

Menurut hasil penelitian dia, media-media tersebut kerap mengampayekan paham-paham radikal dan memuat tulisan yang berbau provokasi. Keberadaan media-media seperti ini dinilai sangat membahayakan generasi muda. Tak heran kemudian, banyak tokoh yang mendesak agar situs-situs yang melanggar ketentuan hate speech untuk dibubarkan.

Media komunikasi melalui internet adalah salah satu alat propaganda yang efektif dilakukan oleh kelompok teroris di Indonesia. Karena itu, banyak kalangan yang mendesak Kementerian  Komunikasi dan Informasi (Kominfo) agar segera menutup situs-situs internet yang sengaja mengarah pada propaganda radikal.

Nabi Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak, Bukan Takwa

Rabu, 06 Februari 2013 | 0 komentar


Direktur Pais Dirjen Pendis Kementerian Agama RI, Dr. Amin Haedari, M.Pd mengatakan, Rasulullah SAW  diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia di alam semesta ini. Karena itu, hal pertama yang dibenahi oleh Nabi adalah akhlak.

“Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, bukan untuk menyempurnakan takwa. Jadi intinya, Islam itu adalah akhlak,” kata Amin di Jakarta.

Menurut Amin, Allah SWT mengutus Nabi untuk membenahi akhlak jahiliyah, baru kemudian bicara tentang ketakwaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa intisari dari takwa itu adalah akhlak itu sendiri. Menurut dia, semakin bagus takwa seseorang, maka akhlaknya semakin bagus.

“Akhlak itu meliputi akhlak sesama manusia, akhlak terhadap alam semesta, akhlak pada maha mencipta,” demikian Direktur Pais Dirjen Pendis Kemenag ini menjelaskan.

Kaitannya dengan kekerasan yang kerap menggunakan agama sebagai legitimasi, Amin menegaskan, bahwa Islam tidak mengajarkan hal tersebut. Menurut Amin, Nabi telah memberikan tauladan bagi umat manusia bagaimana cara memperlakukan mereka yang berbeda pandangan.

“Nabi memberi tauladan bagai kita bagaimana memperlakukan sesama manusia, bahkan akhlak dengan alam semesta. Kita dalam kaitan dengan akhlak ini tidak saja terkait dengan yang masih hidup,” ungkapnya.

Tawuran Merupakan Benih Radikalisme

| 0 komentar


Perkelahian masal yang melibatkan remaja ataupun pelajar sekolah bisa menjadi benih radikalisme. Pasalnya para pelaku tawuran menyukai kekerasan sebagai cara untuk menemukan jati dirinya ataupun alasan lain. Sementara radikalisme menghalalkan kekerasan untuk mewujudkan misa tertentu.

Pandangan itu dikemukan oleh Masran, aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor NU Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Gerakan Pemuda (GP) Ansor menggelar dialog bertema “Membumikan Solidaritas Sosial” di Majelis Ta’lim Raudatul Mualimin, Kecamatan Jatiuwung, baru-baru ini.

Dalam sambutannya sebagai ketua panitia pelaksana acara, Masran, mengatakan tawuran antarremaja bisa menjadi bibit radikalisme. Karena itu perlu diadakan dialog untuk siswa maupun pendidiknya.

Menurut dia, acara tersebut digelar untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di kalangan pemuda dan masyarakat yang berujung pada terorisme. Ia berharap, kegiatan ini dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada para aktivis Ormas mengenai bahaya radikalisme sehingga meningkatkan kewaspadaan mereka atas proses radikalisasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.

“Radikalisme pada akhirnya akan menghancurkan tatanan solidaritas sosial sebagai bangsa yang selama ini sudah terawat dengan utuh. Untuk itu perlu pencegahan yang dimulai lewat dialog,” ujarnya

Dialog diikuti sekitar 150 peserta yang merupakan anggota berbagai Ormas di Kota Tangerang, dengan  narasumber Akademisi dari UIN Syarif Hidaytaullah Jakarta, Dr. Syihabudin Nur, Kepala Biro Data Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Pusat H Abu Rabani Abdulah, dan tokoh masyarakat Kota Tangerang KH. Arif Hidayat.

Dr. Sihabudin Nur mengatakan, pencegahan terhadap faham radikalisme perlu dilakukan sejak dini sehingga mematahkan potensi berkembangnya gerakan terorisme. “Upaya ini dapat berjalan dengan penyampaian informasi yang tepat dan penguatan kepada masyarakat, sehingga mereka dapat berpartisipasi di dalamnya,” katanya. 

Program TOLAK Untuk Kampanye Anti-Kekerasan

Selasa, 05 Februari 2013 | 0 komentar


Maarif Institute for Culture and Humanity, LSM yang dibina oleh Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Syafii Ma’arif, menginisiasi program generasi TOLAK atau kependekan dari Toleran dan Anti-Kekerasan.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, menjelaskan, untuk mewujudkan program tersebut pihaknya menggunakan media film untuk menyebarkan pesan-pesan antikekerasan. “Kami menjangkau penonton kalangan pelajar dan mahasiswa, karena mereka lah yang paling rentan menjadi sasaran kelompok-kelompok radikal,” jelasnya seperti dilansir laman Tribunnews Jogja.

Program TOLAK diimplementasikan dengan cara road show pemutaran film “Mata Tertutup” di 10 kota besar di Pulau Jawa. Hari ini Selasa (O5/02/2013), pemutaran dan diskusi film tersebut digelar di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

Sementara Manajer Program Islam dan Media Maarif Institute, Khelmy K Pribadi, berharap, program TOLAK ini bisa menggugah semakin banyak anak muda untuk selalu kritis dan waspada terhadap penetrasi pemahaman kelompok-kelompok radikal.

Selain itu, mereka juga diharapkan bisa mengampanyekan semangat antikekerasan di lingkungannya masing-masing.

“Kami juga berharap, pemuda bisa secara kreatif merespon setiap perkembangan terbaru secara arif dan tidak terjebak kepada pandangan picik fundamentalisme dan atau bahkan terjerumus ke lembah radikalisme agama yang fatalistik,” tandasnya.

“Mata Tertutup” diproduksi oleh Maarif Institute bekerjasama dengan SET Workshop dan disutradarai oleh Garin Nugroho. Film ini berkisah tentang wajah kehidupan keberagamaan dan kebangsaan Indonesia yang sedang dirongrong oleh tafsir-tafsir keagamaan yang hitam- putih dan menghalalkan kekerasan dalam mencapai tujuannya. Film ini pertama kali diluncurkan di Jakarta pada 27 Oktober 2011.

Salah satu penggalan film ini mengisahkan sosok Rima, seorang aktivis mahasiswi labil yang sedang dalam pencarian identitasnya. Ia gemar membaca karya-karya novelis Nawal El Sadawi yang bernuansa feminis dan tulisan-tulisan Goenawan Muhammad yang inspiratif. Namun kegamangannya atas kondisi bangsa, justru membuatnya terjebak pada jaringan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX.

Rima bertugas merekrut sebanyak mungkin anggota dan menggalang dana sebesar mungkin dengan cara apa pun. Namun di akhir kisah, Rima menyadari bahwa NII KW IX telah membuat hidupnya berantakan.

Hacker Penggalang Dana Teroris Divonis 8 Tahun

| 0 komentar


Terdakwa kasus terorisme Cahya Fitrianta (26), dijatuhi hukuman selama 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diketuai Erlita S Ginting, Selasa (5/2/2013). Cahya adalah peretas (hacker) situs Multi Level Marketing (MLM) online untuk mendanai kegiatan terorisme.

“Dengan ini majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa karena terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda uang Rp. 500 juta subsidi 5 bulan penjara yang akan dikurangkan seluruhnya dengan masa tahanan terdakwa,” kata Erlita.

Erlita mengatakan, Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal berlapis yakni pasal 15 juncto 11 perpu no 1 tahun 2002/ yang disahkan menjadi undang-undang no.15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan pasal 3 undang-undang nomor 8 tahun 2010 terkait pencucian uang.

“Selain pemukatan jahat, terdakwa terbukti melakukan pencucian uang yang didapat dari hasil membajak situs www.speedline.com yang hasilnya digunakan terdakwa untuk membiayai pelatihan militer bersenjata di Poso,” ujar Erlita.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suroyo, terdakwa yang sudah ditahan sejak 22 maret 2012 itu dituntut hukuman 12 tahun, denda Rp 2 miliar dan subsider kurungan 6 bulan.

Seusai persidangan, JPU menyatakan banding atas putusan ketua hakim. “Ada pasal yang terbukti yaitu pasal ITE, terdakwa terbukti melanggar UU ITE, dan menurut hakim tidak tebukti. Itu yang menjadi pertimbangan kami untuk mengajukan banding,” ujar Suroyo di luar ruang persidangan, Selasa.

Sementara kuasa hukum terdakwa, Farid Ghozali mengaku pikir-pikir dengan putusan hakim. Menurutnya dakwaan 1 hingga dakwaan 3 soal aksi terorisme tidak terbukti.

“Ini tidak terbukti, aksinya apa? Pembunuhan di BCA Palu tidak, latihan militer juga tidak ada buktinya,” katanya.

Sementara, lanjut Farid, untuk uang hasil meretas situs MLM tidak diperuntukan untuk aksi teroris Poso, akan tetapi dananya diperuntukan untuk keperluan di Afghanistan.

Cahya merupakan anggota kelompok teroris peretas yang dipimpin oleh Rizky Gunawan alias Ronny, seorang sarjana di bidang komputer lulusan sebuah universitas di kawasan Jakarta Barat. Cahya ditangkap pada 17 Maret 2012 di sebuah hotel di Jalan Dewi Sartika, Bandung.

Atas perbuatannya, Cahya dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 15 jo 11 perpu no 1 Tahun 2002 disahkan jadi UU no 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan teroris, Pasal 3 UU no 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Pasal 30 ayat 3 UU no 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Radikalisme dan Terorisme sebagai Diskoneksi Idealitas dan Realitas Islam

Senin, 04 Februari 2013 | 0 komentar


Fenemona radikalisme dan terorisme yang menjangkiti dunia Islam, khususnya di Indonesia, merupakan sinyal agar refleksi keberislaman segera dilakukan. Menurut Direktur MMS (Moderat Moslem Society), Zuhairi Misrawi radikalisme dan terorisme Islam menampakkan diskoneksi atau keterputusan antara ajaran Islam dengan praktek keberislaman umatnya.

“Radikalisme Islam dalam realitas kehidupan masyarakat di negeri ini menjadi persoalan serius. Karena ada diskoneksitas, keterputusan antara ajaran Islam yang mulia dengan tindakan atau sikap keberagamaan umatnya” tutur Zuhairi Misrawi.

Menurut Zuhairi Misrawi, Islam sangat menggarisbawahi kasih sayang. Ia mencontohkan bahwa setiap kali memulai pekerjaan umat Islam diharuskan membaca basmalah. Esensi dari doa ini tidak lain adalah kasih sayang, toleransi, dan persaudaraan.

“Untuk hal yang sesederhana ini, kita dengan mudah mengucapkan (basmalah) tetapi begitu susah diimplementasikan dalam kehidupan nyata” kata Zuhairi.

Zuhairi menambahkan adanya diskoneksi antara realitas dan idealitas keberislaman menunjukkan bahwa pengajaran dan pendidikan Islam kurang memadai atau mencerahkan. 

Teroris Pasti Radikal secara Pemikiran dan Tindakan

| 0 komentar


Radikalisme dan terorisme agama dalam bahasa Karen Amstrong merupakan tantangan terbesar umat beragama pada abad ini. Demikian juga dalam dunia Islam, khususnya di Indonesia di mana kedua fenomena horor ini masih sering menampakkan diri.

Berbicara terorisme tidak bisa dilepaskan dari radikalisme. Namun ketika berbicara radikalisme belum tentu bisa dikaitkan dengan terorisme. Meskipun demikian banyak pakar melihat kedua fenomena ini sangat intim antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, dalam gerakan Islam radikalisme bisa dibagi menjadi dua. Yang pertama radikalisme yang lebih berfokus pada pemikiran dan kedua adalah radikalisme pada tindakan.

“Radikalisme itu ada berbagai macam perspektif dalam gerakan Islam. ada radikalisme yang lebih berfokus pada gerakan pemikiran dan ada radikalisme yang menjurus pada tindakan yang ujung-ujungnya kekerasan” ungkap Zaki Mubarak.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah mencontohkan organisasi Islam yang masuk dalam kategori radikal secara pemikiran adalah Hizbu Tahrir Indonesia. Sementara yang masuk dalam kategori kedua adalah Front Pembela Islam.

“Beberapa kelompok misalnya FPI, para pengamat menganggapnya radikal, tapi radikal dari segi tindakan bukan pemikiran. Pemikiran mereka konservatif. FPI suka solawatan, yasinan, ziarah kubur dsb. Di sisi lain ada kelompok yang namanya HTI. Pemikirannya sangat radikal. Dia mengatakan seluruh sistem ideologi apapun selain Islam, semuanya kufur. Sehingga misalnya menolak konsep negara nasional NKRI dan konstitusi selain al Qur’an. Tetapi berbeda dengan FPI, mereka mengembangkan diri dengan cara yang lebih moderat dalam hal tindakan-tindakan. Artinya kampaye atau aksi protes terhadap penguasa dilakukan dengan cara-cara damai, tidak anarkis” Dedah Zaki Mbarak.

Adapun tentang terorisme Zaki Mubarak berpendapat bahwa seorang teroris pasti radikal secara pemikiran dan tindakan.

“Saya kira umumnya teroris itu radikal baik secara pemikiran dan tindakan. Kalau kita lihat al Qaeda dan JI, ideologinya seperti HTI. Mereka menghendaki khilafah islamiyyah, negara Islam dan yang selain itu dianggap kufur. Tetapi cara perjuangannya berbeda dengan HTI. Karena mereka menterjemahkan situasi sekarang sebagai darul harb yang front pertempurannya tidak hanya di Afganistan atau Irak, tetapi di semua wilayah di dunia ini”.

Malala Masuk Bursa Calon Peraih Nobel Perdamaian

Minggu, 03 Februari 2013 | 0 komentar


Remaja aktivis Malala Yousafzai masuk dalam bursa calon peraih Nobel Perdamaian 2013. Malala adalah gadis Pakistan berusia 14 tahun yang ditembak Taliban pada Oktober tahun lalu karena usahanya dalam memperjuangkan dan memajukan hak perempuan dalam bidang pendidikan.

Pencalonan nama-nama kandidat peraih Nobel Perdamaian dilakukan pada Jumat 1 Februari 2013 kemarin. Selain Malala, sejumlah aktivis blok Komunis masa perang dingin masuk nominasi. Peraih penghargaan ini sendiri akan diumumkan pada Oktober mendatang.

“Penghargaan untuk Malala bukan hanya tepat waktu dan pas untuk meraih penghargaan hak asasi manusia dan demokrasi, tapi juga akan membuat anak-anak dan pendidikan berada pada agenda perdamaian dan konflik,” kata kepala Peace Research Institute of Oslo, Kristian Berg Harpviken, dalam pengumuman para nomine, di Oslo, Norwegia.

Malala, lahir pada 12 Juli 1997, adalah seorang siswi yang berasal dari Kota Mingora, Kabupaten Swat, Provinsi Khyber-Pakhtunkhwa, Pakistan. Ia merupakan seorang aktivis muda yang ingin memperjuangkan dan memajukan hak wanita dalam bidang pendidikan.

Gadis ini tinggal dan bersekolah di lingkungan yang dikuasai Taliban, kelompok militan yang ingin menerapkan hukum syariat di Pakistan. Taliban melarang perempuan bersekolah. Mereka bahkan memaksa agar sekolah-sekolah perempuan ditutup. Jika tidak, mereka akan menghancurkan sekolah-sekolah tersebut. Hal ini menarik Malala untuk memperjuangkan hak pendidikan para perempuan.

Pada 9 Oktober 2012, Taliban melakukan serangan terhadap Malala. Dia ditembak. Upaya pembunuhan ini dilakukan Taliban saat Malala berada dalam sebuah bus. Dia terkena tembakan di bagian kepala dan leher. Namun, nyawa Malala bisa diselamatkan. 

Sumber: Tempo.co

Kyai Sahal Mahfudh: Wahabi Tidak Cocok dengan Indonesia

| 0 komentar


Fenomena radikalisme Islam yang belakangan ini kerap mempopulerkan aksi-aksinya kerap diasosiasikan dengan Wahabisme. Wahabisme yang didirikan oleh Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Sulaiman al-Najdi pada abad ke-18. Banyak kalangan menilai salah satu sekte dalam Islam ini berpaham keras dan tidak menolerir segala sesuatu di luar al Qur’an dan as Sunnah.

Terkait dengan kehadiran Wahabisme di Indonesia yang perkembangannya cukup massif, Rais Aam Syuriah Nahdlatul Ulama Kiai Haji Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh mengatakan bahwa paham keIslaman yang berpusat di Arab Saudi ini tidak cocok untuk Indonesia

“Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran dan sunah dianggap sesat” ungkap Kyai Sahal

Pandangan Kyai Sahal didasarkan pada fakta bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. Faktor pluralitas inilah yang akan menyulitkan muslim Indonsia dalam berbagai hal jika berpaham keIslaman Wahabi.

“Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak apa-apa” tambah Kyai Sahal. 

Sosialisasi Bahaya Terorisme Lewat Film Dinilai Efektif

| 0 komentar


Film merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan gagasan pada publik. Hal tersebut menjadi salah satu alasan Maarif Institute menggarap film “Mata Tertutup” untuk mensosialisasikan bahaya laten terorisme lewat film.

Sasaran pemutaran film ini, lanjut Fajar, adalah anak muda agar mereka mengenal dan waspada dengan keberadaan dan jaringan organisasi berbahaya. “Film ini mengangkat kisah nyata sejumlah korban yang direkrut menjadi anggota Negara Islam Indonesia (NII) dengan tujuan mendirikan negara Islam. Ini upaya preventif untuk menyadarkan anak muda agar tak terjerumus gerakan berbahaya,” kata Fajar pada Lazuardi Birru.

Fajar yakin, lewat film ini, pihaknya bisa memberikan pesan kepada generasi muda bahwa telah banyak orang yang sudah menjadi korban dari tindakan-tindakan ekstrem, seperti terorisme yang sangat merugikan publik.

Oleh karena itu, lanjut Fajar, pihaknya ingin mengingatkan generasi muda melalui pembuatan film itu. “Ini loh korban yang berbicara langsung, menceritakan langsung tentang pengalamannya. Memang kita kemas secara entertainment dalam sebuah film,” imbuhnya.

Menurut Fajar, film ini diperuntukkan untuk remaja ke atas. “Memang film ini, tipenya sekolah, pesantren, seperti sepuluh kota yang sudah menjadi program kami. Seminimal mungkin kita ingin mengurangi aspek komersialisasinya, karena kita memang berkomitmen, semakin banyak orang yang melihat film itu, maka semakin bagus kampanye antiradikalisasi lewat film tersebut,” pungkasnya.

Teroris Merugikan Publik, Negara Harus Tegas

Senin, 28 Januari 2013 | 0 komentar


Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan, aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air mengganggu proses demokratisasi, dan merugikan publik. Karena itu, kejahatan ini harus dilawan. Menurut dia, terorisme merupakan salah satu model kekerasan yang jadi problem di Indonesia.

“Idealnya, saya mendambakan sikap negara yang tegas, tetapi juga memenuhi satu prinsip kinerja penegakan hukum yang baik dalam menumpas, memerangi atau melakukan penegakan hukum terhadap tindakan terorisme ini,” kata Haris.

Menurut Haris, kelompok-kelompok ini mengganggu proses demokratisasi, melukai banyak orang, merugikan publik, dan merugikan warga yang harusnya dibela oleh negara. “Jadi dalam konteks ini, hak asasi yang mau saya sampaikan adalah harus ada peran aktif negara secara profesional melakukan tindakan penegakan hukum terhadap terorisme,” kata dia.

Catatannya, lanjut Haris, jangan sampai negara melakukan penegakan hukum secara tidak profesional. Karena hal itu bisa mengakibatkan pelanggaran HAM juga. Misalnya, penangkapan secara brutal, penyiksaan dalam pemeriksaan, terus ada BAP yang tidak sesuai keterangan. “Itu proses-proses hukum yang melanggar hak asasinya para orang yang diduga teroris itu,” ungkapnya.

“Mereka juga tetap punya hak yang harus dilindungi. Mereka juga manusia yang hak-hak nya harus dipenuhi. Saya khawatir sikap-sikap tidak profesional aparat negara dalam melakukan proses terhadap para teroris itu, justru akan menimbulkan problem baru,” imbuhnya.

Problem baru tersebut, yaitu: Pertama, tindakan yang melanggar aturan. Kedua, menimbulkan penderitaan dan kerugian buat orang-orang yang diduga teroris itu, dan secara psikologis akan menimbulkan kebencian terhadap Polisi.

Penanganan Terorisme Perlu Strategi Multidimensional

| 0 komentar


Peneliti radikalisme, Muhammad Najib Aska mengatakan, perlu penggunaan strategi yang beragam dalam menangani radikalisme dan terorisme. Menurut dosen Fisip UGM ini, perlu membedakan juga antara radikalisme yang non kekerasan dengan radikalisme yang menggunakan jalur kekerasan.

Radikalisme non kekerasan, kata Najib yaitu radikalisme yang menggunakan jalur-jalur politik, jalur dakwah dan sosial. “Kekerasan pun harus dibedakan antara yang terorisme dengan fundamentalisme, yaitu menggunakan metode-metode main hakim sendiri. Itu yang menurut saya harus dibedakan secara jelas agar memiliki pemahaman konseptual yang memadai tentang peta radikalisme dan terorisme di Indonesia,” demikian Najib menjelaskan pada Lazuardi Birru.

Lalu secara spesifik menyangkut terorisme, menurut Najib perlu strategi yang multidimensional, kompherhensif. Pendekatan yang dilakukan, kata najib adalah dengan pendekatan keamanan yang represif, pendekatan kultural, sosial kesejahteraan, pendekatan moral dan etika, pendekatan politik, dan juga pendekatan kemasyarakatan. “Saya kira itu semuanya harus dilakukan secara bersama-sama dan harus melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak masyarakat secara langsung di level masyarakat akar rumput,” ungkapnya.

Menurut Najib, penanganan terorisme ini tidak hanya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang sifatnya ceremonial dan formal belaka. Tapi harus menjadi agenda day to day bersama. “Agenda bersama bahwa terorisme ini adalah musuh kolektif dan kita memerlukan upaya kolektif untuk memahami ini. Ketika itu belum berhasil, berarti saya kira itu masih bersifat ekslusif,” ungkapnya.

Tanggulangi Aksi Kekerasan, Presiden Luncurkan Inpres

| 0 komentar


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2013 untuk meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan di seluruh tanah air. Aksi kekerasan dan konflik komunal, termasuk aksi terorisme di tahun 2012 lalu, melatarbelakangi terbitnya Inpres tersebut.

“Saya sudah memberi instruksi untuk sungguh menjaga ketertiban dan keamanan negeri ini. Oleh karena itu, saya keluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2013. Inti dari Inpres ini adalah instruksi saya untuk meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan di seluruh tanah air,” ujar Presiden SBY dalam sambutannya saat memberikan pembekalan kepada peserta Rapat Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013, Senin (28/1) pagi di Plenary Hall, Jakarta Convention Centre, Jakarta Pusat.

Presiden berharap situasi keamanan di Indonesia benar-benar dapat dijaga. “Di samping Polri yang dibantu oleh TNI, peran Gubernur, Walikota, dan Bupati akan sangat besar,” seru SBY. “Tidak boleh ada keragu-raguan dalam bertidak, keterlambatan dalam mengatasinya. Tidak boleh lagi kita menangani konflik komunal secara tidak tuntas. Jangan menyimpan bom waktu,” tegas SBY.

Menyangkut catatan di bidang politik hukum dan HAM pada tahun 2012, SBY mengakui kehidupan kebangsaan kita diwarnai oleh sejumlah aksi kekerasan, benturan sosial dan konflik komunal, termasuk sejumlah aksi terorisme.

“Berarti keadaan keamanan dalam negeri kita khusunya keamanan dan ketertiban masyarakat tidak terjaga dengan baik. Dari berbagai survei, rakyat menyatakan ketidak puasannya bahkan ada yang menuduh negara melakukan pembiaran,” ungkap SBY.

“Oleh karena itu, dalam dua tahun ini yaitu 2013 dan 2014, tugas dan upaya menjaga keamanan dalam negeri utamanya keamanan dan ketertiban masyarakat, saya tetapkan sebagai prioritas,” tandasnya.

Kendati demikian, lanjut SBY, jika dibandingkan banyak negara lain di dunia yang keadaaan politik sosial dan keamanannya jauh lebih buruk ketimbang Indonesia, kita patut bersyukur atas kondisi keamanan bangsa yang jauh lebih baik dibandingkan beberapa Negara lain ataupun Indonesia dulu.

“Pada tahun-tahun pertama setelah krisis dulu, kita masih ingat, kita punya memori yang kelam atas apa yang terjadi di negeri ini tahun 1998 dan tahun-tahun setelah itu,” paparnya. 

Tanzim Khoidatul Jihad

Selasa, 22 Januari 2013 | 0 komentar


Tanzim Khoidatul Jihad adalah kelompok teroris yang masih aktif dan sangat berbahaya. Kelompok Tanzim Khoidatul Jihad berada di bawah jaringan Jama’ah Islamiyah dan Al-Qaeda. Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, kelompok ini merupakan penerus dari gerakan Darul Islam (DI), yang mempunyai hubungan langsung dengan organisasi Al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden. Adapun ciri-ciri kelompok ini adalah menggunakan peledak berkekuatan tinggi atau high explosive.

Sementara itu, target utama kelompok Tanzim Khoidatul Jihad adalah aparat kepolisian, Kejaksaan, DPR, Mahkamah Agung, serta seluruh simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kelompok militan ini bercita-cita mendirikan Darul Islam dan masih aktif, terlatih, memiliki modal dan mempunyai jama’ah atau anggota. Menurut Al Chaidar, mereka disebut ring on fire karena mereka juga merupakan eksekutor.

Kelompok Tanzim Khoidatul Jihad ini tidak jelas siapa pemimpinnya, tetapi selain berlatih di Aceh, kelompok ini juga berlatih di daerah pesisir Selatan Jawa, seperti di Cilacap, Banjarnegara, dan Garut. Meskipun demikian, Abu Tholut merupakan salah satu mantan anggota Tanzim Khoidatul Jihad yang kemudian memisahkan diri. Abu Tholut merupakan mantan mujahid Afghanistan. Dan diperkirakan setelah Noordin M.Top melepaskan diri dari Jama’ah Islamiyah, ia membentuk Tanzim Khoidatul Jihad yang merujuk pada kelompok teroris Al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden. Kemudian, Noordin M.Top menamakan kelompok binaannya sebagai Thaifah Muqotilah atau pasukan tempur.

Selain merekrut anggota dan melatih, Tanzim Khoidatul Jihad juga melakukan berbagai aksi teror, termasuk teror bom buku di Jakarta yang ditujukan kepada Jaringan Islam Liberal (JIL) pada 15 Maret 2011. Bom tersebut ditujukan kepada aktivis JIL, Ulil Abshar Abdallah dalam bentuk  paket buku. Bom kemudian meledak setelah sempat dijinakkan Kasat Reskrim Polres Jaktim, Kompol Dodi Rahmawan dengan cara menyiramkan air.

Aksi kelompok Tanzim Khoidatul Jihad terus berlanjut. Seperti diberitakan sebuah bom meledak di kantor radio KBR68H yang lokasinya berdekatan dengan komunitas Utan Kayu pada tanggal yang sama. Kemudian, pelaku juga mengirim paket bom ke kantor BNN yang ditujukan kepada Kepala BNN Komjen Pol Gories Mere dan ke kediaman Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto S Soerjosoemarno.

Kasus lain, Adil Firmansyah, pelaku penusukan kru TvOne, pada Rabu, 12 Desember 2011, diduga terkait dengan jaringan Tanzim Khoidatul Jihad yang merupakan pecahan dari jaringan teroris Noordin M.Top. Menurut Al Chaidar, jika memang Adil Firmansyah memang berasal dari Cilacap, maka besar kemungkinan dia berasal dari jaringan Tanzim Khoidatul Jihad asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.


Oleh Imam Muhlis

Kelompok-kelompok Teroris yang Beroperasi di Indonesia

| 0 komentar


Al Chaidar Pengamat terorisme, mengatakan bahwa ada 9 kelompok teroris di Indonesia. Kendati beberapa kelompok sudah mulai terungkap dan tertangkap, sebagian anggota jaringan tersebut masih hidup dan merupakan ring of fire yang berbahaya. Kesembilan kelompok tersebut adalah,

  1. Abu Khalis (Pepi),
  2. Oman Abdurahman,
  3. Alfadullah
  4. KPPSI
  5. Tanzim Khaidatul Jihad
  6. Abu Umar/ Abu Fatih
  7. Taufiq Bulaga
  8. Kelompok Cirebon
  9. Kelompok Ternate


Nomer 1, 2, 3, 4, Merupakan Jaringan Daarul Islam (DI); berlatih di Aceh dan tidak memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. Jaringan DI meneror dengan peledak jenis low explosive. Kelompok DI lebih banyak ditemukan ditempat-tempat permukiman padat atau kota-kota besar. Target utama aparat kepolisian, simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk lembaga, seperti hanya polisi, Kejaksaan, DPR, Mahkamah Agung atau Istana.

Nomer 5, 6, 7, 8, 9, berada di bawah jaringan JI dan Al-Qaeda yakni kelompok Tanzim Khoidatul Jihad dan Taufiq Bulaga.  Dua kelompok memiliki ciri khas menggunakan peledak berkekuatan high explosive. Kelompok Abu Umar masih memiliki hubungan dengan kelompok Abu Sayyaf yang ada di Filipina Selatan, [klik SUMBER]

Untuk nomer  4, saya cukup heran (dan masih ragu), apakah yang di maksud oleh   Al Chaidar, sang Pengamat terorisme tersebut adalah Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) …!? Agaknya  Al Chaida dan MI yang patut menjawabnya dengan jelas. Hasil googling pun KPPSI, hanya menunjuk pada Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam; walau seperti itu, kita perlu mengetahui lebih jelas lagi …. dan mudah-mudahan  Al Chaidar salah sebut.


Jika menurut polisi bahwa pelakunya itu-itu juga, maka ada beberapa hal yang sekiranya dapat dilakukan.  Misalnya,

menutup akses komunikasi antara teroris yang di luar  penjara dengan mereka atau para pentolan teroris yang ada di penjara
eksekusi hukuman mati, harus terus-menerus dilanjutkan
menutup semua web-situs penebar radikal, yang sekaligus penebar kekerasan - kebencian atas nama agama
membubarkan ormas-ormas keagamaan yang radikal dan anti Pancasila, termasuk parpol yang tida berazas Pancasila
para politisi radikal, sara, rasis, rasialis, (jika ada yang sebagai anggota badan legislatif), dipecat dan juga dihukum mati, karena mereka juga merupakan teroris serta pendukung para pelaku teror, atau bahkan penyandang dana
dan lain - lain
Kini, terpulang kepada pemerintah RI (atau rezim yang sekarang), mau negeri tegak berdiri atau hancur dengan membiarkan bibit-bibit teroris tersebut berkeliaran di Nusantara.

Ketum Nahdlatul Wathan: Teroris Mati Tidak Syahid

Senin, 21 Januari 2013 | 0 komentar


Zainul Majdi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan menegaskan bahwa teroris yang mati saat beraksi tidak bisa disebut sebagai syahid. Tindakan mereka yang meresahkan umat tidak dikategorikan sebagai jihad.

“Masyarakat tidak boleh keliru menafsirkan konsep jihad. Mari kita mengutuk tindakan teroris. Konsep jihad yang mereka anut itu keliru,” tandasnya seperti dilansir Gatra.

Zainul yang juga Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta agar masyarakat NTB melakukan gerakan yang membuat para teroris tidak nyaman berada di wilayahnya. Ia mensinyalir, ada upaya infiltrasi kelompok tertentu untuk menjadikan NTB seperti Poso.

Sebelumnya pada awal Januari 2013, polisi menangkap 5 terduga teroris di Dompu dan Bima NTB. Mereka terpaksa ditembak mati lantaran membawa senjata api. Polisi masih mengejar 2 terduga teroris lain yang berhasil kabur dalam penyergapan itu.

Kapolda NTB Brigjen Pol Mochamad Irawan menyatakan bahwa keberadaan 7 terduga teroris tersebut di NTB sudah terdeteksi sejak Desember 2012.  Target utama mereka adalah kawasan wisata wisata pantai yang menjadi favorit peselancar dari pelbagai belahan dunia.

Sumber: Gatra

Dimana FPI.........!!!???

| 0 komentar

Sejak terjadinya banjir besar dari tanggal 17 januari 2013 sampai saat ini, berbagai elemen masyarakat dan organisasi baik pemerintah maupun swasta bahu membahu meringankan beban para korban banjir, 
diantaranya ;
TNI, POLRI, BASARNAS, TAGANA, PMI, DINAS PEMADAM KEBAKARAN, YAYASAN BUDHA TZU CHI LSM, WANADRI, KAMPUS-KAMPUS MAHASISWA, PARTAI, PERSATUAN ARTIS DLL...

Salut untuk kerja keras mereka semua, tapi sungguh mengherankan di antara mereka tidak tidak terlihat FPI yang sok suci.....!!

Jelas tindakan kemanusiaan lebih berdampak nyata daripada teriakan anti kemaksiatan dan ketulusan hati lebih dihargai daripada sekedar penampilan BERJUBAH PUTIH !!.
Membantu itu lebih baik daripada hanya berdemo dan berkoar-koar di saat suasana tertib membuat keributan, disaat bencana mereka tidak membantu malah membuat statemen konyol.

Jakarta Kebanjiran, Ormas-Ormas Islam Radikal Berstatemen Konyol

| 0 komentar


Intensitas hujan yang tinggi memaksa Jakarta harus berendam air selama beberapa hari. Berbagai macam komponen masyarakat pun sibuk bahu-membahu mendirikan posko bantuan. Di tengah-tengah keprihatinan dan kepedulian banjir ada berbagai macam statemen yang beredar di masyarakat tentang banjir ibukota. Salah satunya adalah ada yang milihat banjir di Jakarta merupakan azab tuhan lantaran ibukota sesak dengan kemaksiatan.

Sebagaimana dimuat Voa-Islam, Habib Muhammad Rizieq Syihab mengungkapkan bahwa banjir yang melanda Jakarta tak lepas dari maksiat yang dilakukan, terutama oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu Jokowi. Senada dengan hal itu Ketua Forum Umat Islam (FUI) Bernard Abdul Jabbar menyatakan patung telanjang di istana kepresidenan sebagai sumber laknatullah banjir Jakarta seperti yang tertulis di al-khilafah.org.

Di dunia maya pernyataan tersebut menuai banyak tanggapan. Banyak kalangan menilai bahwa pernyataan ormas-ormas Islam radikal terkait banjir di Jakarta sangat konyol, irasional dan hanya semacam politisasi bencana.

Secara implisit Ketua Pengurus Cabang NU Amerika –Kanada, Akhmad Sahal, memahami statemen ormas Islam radikal yang membawa-bawa muatan teologis pada bencana banjir sebagai statemen yang ironis atau bahkan konyol. Sebagaimana tertulis di akun Facebooknya;

“Masjidil Haram pernah kebanjiran pada 1941. Ka’bah terendam. Padahal sebelumnya tidak ada pesta tahun baru. Tidak ada patung perempuan telanjang di situ. Dan gubernurnya pun bukan Jokowi-Ahok”.

Dialog Agama Radikal di Kalangan Pemuda

Selasa, 15 Januari 2013 | 0 komentar

Polri Kesulitan Membendung Terorisme Dunia Maya

Senin, 14 Januari 2013 | 0 komentar


Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, kepolisian mensinyalir adanya upaya kelompok teroris merekrut anggota via dunia maya.

“Di dunia maya banyak aktivitas yang bisa terkait dengan terorisme,” katanya di Divisi Humas, Senin (14/1).

Dia menjelaskan, ada juga situsi-situs yang dibuat kelompok teror dengan menyediakan informasi seperti pembuatan bom rakitan, pelatihan aksi teror, ataupun propaganda terorisme. “Pelakunya, bisa jadi tidak berada di Indonesia,” lanjutnya.

“Karenanya perlu penyadaran pada masyarakat agar lebih selektif dalam menggunakan informasi yang tersedia di internet,” jelasnya.

Dia menambahakan Polri tak bisa membendung aktivitas yang terjadi di dunia maya. “Polri hanya bisa mengingatkan bahwa ada yang tak perlu diakses, memantau, menelusuri, dan menegakkan hukum,” pungkasnya.

Sumber: VIVAnews

Jihad “Berani Mati” Lebih Mudah Ketimbang Jihad “Berani Hidup”

Kamis, 10 Januari 2013 | 0 komentar


Aksi bom bunuh diri atas nama jihad lebih mudah dilakukan ketimbang implementasi jihad untuk menegakkan nilai-nilai ketuhanan di muka bumi. Jihad “berani mati” secara otomatis menyelesaikan tugas individu di muka bumi. Namun jihad “berani hidup” membuat manusia terus diwajibkan untuk menegakkan kemaslahatan umum hingga akhir hayatnya.

Hal ini ditegaskan oleh KH. Said Aqiel Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Kuliah Umum bertajuk “Pemuda dan Ancaman Kekerasan Atas Nama Agama” yang digelar oleh Lazuardi Birru di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (9/1/2013).

Menurut Kiai Said istilah jihad telah mengalami penyempitan dan pendangkalan makna. Jihad kerap diidentikkan dan sekadar dimaknai sebagai peperangan. Padahal makna dan implementasi jihad sangat luas.

Pria asli Kempek Cirebon Jawa Barat ini merujuk salah satu kitab yang jamak dikaji di pesantren yaitu I’anatut Thalibin syarah Fathul Muin. Dalam kitab tersebut, lanjut Kiai Said, diterangkan bahwa jihad memiliki empat macam bentuk yaitu;

Pertama, menegakkan eksistensi Allah Swt di muka bumi seperti dengan melantunkan adzan, dzikir, dan ayat-ayat Alquran. Kedua, menegakkan syariat Allah atau nilai-nilai universal agama seperti menunaikan shalat, puasa, zakat, haji, menegakkan keadilan, kejujuran, dan sebagainya.

Ketiga, perang fi sabilillah. Jihad dalam bentuk ini baru bisa dilakukan jika ada komunitas lain yang mengancam keselamatan masyarakat. Keempat, daf’u dhararil ma’shumin, musliman kana au dzimmiyan yaitu mencukupi kebutuhan orang yang ditanggung (oleh pemerintah) baik itu yang muslim ataupun non muslim. Pemenuhan kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan jaminan kesehatan.

“Proyek bernama jihad itu luas cakupannya. Teramat mudah jika sekadar diimplementasikan dengan berani mati,” tandas Kiai Said.

Radikalis dan Teroris Ideologis hanya Minoritas

| 0 komentar


Berbagai peristiwa radikalisme dan terorisme yang kebetulan membawa-bawa Islam sedikit banyak telah menggiring pemahaman bahwa Islam adalah agama kekerasan. Terlebih terkadang media-media tertentu semakin menggosok-gosok stigma ini yang tentu saja sangat merugikan umat Islam secara keseluruhan.

Namun sesunggunya kelompok garis keras juga bisa ditemukan di setiap agama apa saja. Menurut mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Gus Dur, Khofifah Indar Parawansa, setiap agama pasti ada kelompok hard linersnya.

“Tidak didominasi satu agama saja yang pengikutnya ada kelompok garis kerasnya. Tetapi bahwa semua agama ada pengikutnya yang akan  tertarik kepada kelompok-kelompok garis keras atau radikal. Dan sebaliknya akan ada juga yang tertarik dengan kelompok liberal serta kelompok-kelompok moderat. Saya rasa tiga kelompok ini akan ada di semua agama” tutur Khofifah kepada Lazuardibirru beberapa waktu yang lalu.

Dengan mengutip penelitian yang dilakukan Australian Strategic Policy Institute, Khofifah mengatakan bahwa tidak semua pengikut kelompok garis keras terpicu menjadi radikal karena faktor ideologis. Dan bahkan bisa dikatakan bahwa pengikut kelompok radikal yang ideologis jumlahnya sangat sedikit.

“Potensinya bisa muncul dengan berbagai pemicu. Kalau menurut Australian Strategic Policy Institute yang melakukan survey dari 33 terpidana terorisme di indonesia, ternyata 30% diantaranya mental dengan program deradikalisasi. Artinya 30% itu sangat ideologis. Ada orang yang radikal pemikirannya saja, tidak sampai melakukan sesuatu yang destruktif dan kekerasan. Andai kemudian mereka menjadi teroris, menurut survey ini, hanya 30% saya yang karena faktor ideologis. Dan itu berarti ada sisa 70% karena faktor-faktor lainnya. Ada faktor dendam, ketidakpuasan dari sisi ketidakadilan atau disparitas ekonomi dll” katanya.

Khofifah memahami karena penyebabnya bukan variabel tunggal maka ikhtiarnya/penyelesaian tidak bisa dengan satu cara. Menurutnya banyak pihak yang harus melakukan evaluasi dan refleksi sebagai bangsa supaya NKRI ini utuh.

Teror Keji Di Rumah Syekh Panji

Senin, 07 Januari 2013 | 0 komentar


SANUSI (37) sangat terkejut ketika Kamis, 14 
Desember 2012, didatangi beberapa satpam 
Pondok Pesantren Al-Zaytun, tempatnya bekerja. Saat itu Sanusi sedang di Gedung Ali (salah satu bangunan di kompleks Al-Zaytun) bersama Temo, teman kerjanya. Sanusi dan Temo kemudian dibawa ke pos keamanan yang ada di Gedung Ali.
Prak! Wajah Sanusi tiba-tiba ditampar Suwandi, salah satu satpam. Saat itu Suwandi tidak berkata sedikit pun. Setelah menampar, Suwandi yang ditemani Komarudin, menyeret Sanusi dan Temo ke dalam mobil Panther, yang dikemudikan Pasaribu. Keduanya 
dibawa ke gedung Masiqoh. Ini merupakan gedung utama yang dipakai sebagai kantor dan rumah dinas Panji Gumilang, pemimpin Al-Zaytun. 
“Di situ saya langsung diinterogasi sama Pak Suwandi, dan saya ditampari sama buku yang ditekuk-tekuk ke muka saya. Dagu saya diangkat supaya muka saya terlihat. Terus tangannya mengepal dan menonjok jidat saya,” ujar Sanusi saat ditemui majalah detik, Senin 31 Desember 2012. Toni Ismawan, satpam lainnya, kemudian mengambil selebaran yang dikumpulkan Temo, salah seorang temannya. Tebal selebaran itu sekitar satu rim. Selebaran setebal 500 lembar itu kemudian ditimpakan ke kepala Sanusi. Setelah itu tangan Sanusi dipiting sambil diteriaki Toni. Dari situ Sanusi tahu penyebab ia dibawa ke pos keamanan terkait selebaran yang berisi kritik terhadap Al-Zaytun, terutama masalah kesejahteraan dan gaji. Sanusi mengakui, dirinya yang pertama kali menyebarkan selebaran itu di kompleks pesantren yang memiliki santri ribuan orang tersebut. 


Pemukulan yang dialami Sanusi tidak berhenti sampai di situ. Begitu datang Iskandar Saefullah, bendahara yayasan atau sering disebut sebagai Menteri Keuangan Al-Zaytun, kepala Sanusi lagi-lagi dipukul menggunakan selebaran setebal satu rim. Bahkan Iskandar juga menebar ancaman kepada dirinya. “Saya akan pecahkan kepala kamu! Saya akan penggal leher kamu! Saya akan rendam di air panas dan tidak akan ada yang menolong kamu!” begitu ancaman Iskandar Saefullah, seperti ditirukan Sanusi. 

Usai dihajar habis-habisan, Sanusi langsung diboyong dengan tangan diborgol. Ia dibawa ke basement gudang atas instruksi Iskandar. Setelah dimasukkan ke dalam sel ala Al-Zaytun, tangannya kemudian diborgol ke jemuran berbahan aluminium yang ada di ruangan berukuran 3 x 6 meter tersebut. Menurut Sanusi, ruangan itu terasa sempit, sebab di dalam ruangan juga terdapat tumpukan kardus dan tripleks. Parahnya lagi ruangan sangat minim ventilasi udara dan lampu yang redup. Beberapa jam kemudian pintu basement itu dibuka. 

Barang Bukti

Ia melihat rekan kerjanya, Widodo, dan Adi Trimojo juga dibawa ke ruangan itu. Keduanya teman Sanusi yang ikut menyebarkan selebaran. Begitu masuk, Widodo dan Trimojo juga diborgol di jemuran. Berikutnya giliran Tukino dan Sutrisno yang dimasukkan ke dalam basement. Keesokan harinya, Jumat, 15 Desember 2012, penyiksaan kembali terjadi. Edi Suwignyo, satpam lainnya, memukuli dan menendang Sanusi. Begitu juga terhadap Widodo dan Trimojo. Sore harinya, interogasi yang diselingi pemukulan dihentikan, sebab para petugas keamanan sibuk mengurus kedatangan Menteri Agama Suryadharma Ali ke Al-Zaytun. Esok harinya, Sabtu, 16 Desember, giliran Widodo, Sutrisno, dan Tukino  yang kena bogem mentah dari satpam bernama Jun Junaedi yang dibantu Edi Suwignyo. Selain memukul, Junaedi juga menjambak rambut Widodo, Sutrisno, dan Tukino hingga mereka meringis kesakitan. “Saya ditendang di perut bagian bawah dan wajah,” ungkap Tukino kepada  majalah detik. 
Sore di hari yang sama, Sanusi, Tukino, Widodo, Sutrisno, dan Trimojo disidang di pos keamanan gedung utama. “Saat itu yang menyidang Pak Aceng, Pak Rasdi, Pak Iskandar, dan dari dua satpam: Toni Imawan dan Edi Suwignyo,” jelas Sanusi.Menurut Sanusi, penyekapan dan penyiksaan yang menimpa mereka sebenarnya diketahui Panji Gumilang. Sebab Panji sempat ke pos keamanan, Sabtu, 16 Desember 2012. Begitu juga anaknya yang mondarmandir di depan pos keamanan. Selain disekap dan disiksa, lima karyawan Al-Zaytun itu juga jarang dikasih makan. Sehari hanya dikasih makan sekali, itu pun kalau ada sisa makanan dari pos keamanan. Alhasil kelima tahanan Al-Zaytun itu selama ditahan tidak hanya menahan sakit, tetapi juga lapar.


Penyekapan dan penyiksaan yang mereka alami baru berakhir ketika istri-istri mereka melapor ke Polsek Gantar, Senin, 17 Desember 2012. “Para istri korban melapor sudah 3 hari suami mereka tidak pulang,” kata Kapolsek Gantar, Indramayu, Iptu Acep Hasbullah kepada majalah detik. Setelah mendapat laporan, kata Acep, beberapa petugas dari Polsek Gantar dan Koramil Gantar, menyanggongi Al-Zaytun. Tidak mudah untuk bisa masuk ke dalam kompleks pesantren itu. “Kita butuh waktu lebih 1 jam berunding untuk bisa masuk ke Al-Zaytun,” terang Acep. Untuk masuk ke Al-Zaytun memang bukan perkara mudah. Menurut informasi yang dihimpun  majalah detik, di sekitar kompleks pesantren itu, tokoh setingkat Kapolres maupun bupati tidak bisa seenaknya masuk ke dalam kompleks tanpa seizin Panji.
Begitu juga kendala yang dialami polsek dan Koramil Gantar yang dipimpin Iptu Acep. Mereka harus melakukan negosiasi yang alot untuk bisa masuk ke dalam kompleks tersebut. Setelah berhasil masuk, polisi dan petugas Koramil menemukan kelima orang itu di ruangan  basement. Saat itu mereka terlihat sedang tertidur di ruanganyang dialasi kardus. Setelah melakukan pembicaraan panjang, polisi berhasil membawa kelima korban penyekapan ke luar kompleks. 


Hari itu juga kelima korban membuat laporan resmi ke Polsek Gantar atas dugaan perampasan kemerdekaan orang lain. Begitu menerima laporan, Polsek Gantar langsung melimpahkan kasus itu ke Polres Indramayu. “Besoknya (Selasa, 18 Desember 2012) kami di-BAP di Polres,” jelas Sanusi.Kapolres Indramayu  AKBP Golkar Pangarso saat dikonfirmasi, mengatakan, saat ini ada 9 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyekapan itu. Mereka dijerat dengan pasal yang berbeda tergantung perannya dalam kasus penyekapan dan penyiksaan itu. Misalnya Iskandar Saefullah (Menteri Keuangan AlZaytun) dijerat pasal 170 dan 335, Edi Suwignyo (satpam) dijerat pasal 170, Toni Ismawan (satpam) dijerat pasal 352, Darim Tarikin (satpam) pasal 333 juncto 55, Darto (satpam) kena pasal 335 juncto 55, Kuwat Slamet (satpam) pasal 352, Junaedi Darma (satpam) dijerat pasal 352, Murjiman (satpam) terkena pasal 352, serta Suwandi (satpam) dikenakan pasal 333 juncto 352. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah gelar perkara pada Jumat, 21 Desember 2012. Para tersangka juga telah diperiksa pada Jumat, 4 januari

2013. Seminggu kemudian Iskandar, Suwandi, Darto, Darim  ditahan.

Namun soal keterlibatan Panji Gumilang, Kapolres Indramayu mengaku masih mendalaminya. 
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyatakan, sebenarnya kasus penyekapan dan penyiksaan itu sangat gampang untuk segera ditangani polisi. Hanya saja polisi dianggap masih sungkan dengan nama besar Panji Gumilang, apalagi dalam kepengurusan Al-Zaytun disebut ada mantan KaBIN Hendropriyono. 
“Kalau mereka diperintahkan oleh Panji langsung, apalagi sampai di bawah rumah dia, ini harusnya ketahuan siapa aktornya. Apalagi di pesantren dia yang sifatnya di bawah komando dia,” tegas Azhar.Dengan kata lain, imbuh Azhar, polisi mau kerja atau tidak? Apakah punya keberanian dan kemampuan atau tidak mengusut kasus penyekapan yang terjadi di Al-Zaytun? Sebab selama ini, menurut catatan KontraS, level Mabes Polri saja sulit tembus ke Al-Zaytun, apalagi level Polres Indramayu. Hendropriyono yang dihubungi majalah detik enggan berkomentar. “Saya sudah tidak lagi berhubungan (dengan Panji) sejak tidak lagi menjabat KaBIN,” kata Hendro. Ketua Komnas HAM, Otto Nur Abdullah menilai penyekapan yang dilakukan Al-Zaytun sangat keterlaluan. “Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan telah melakukan tindakan yang tidak islami, bahkan berbohong” ucapnya.

Sumber : majalah.detik.com



 
© Copyright 2010-2011 TANAH KHATULISTIWA All Rights Reserved.
Template Design by Purjianto | Published by script blogger | Powered by Blogger.com.