Peneliti radikalisme, Muhammad Najib Aska mengatakan, perlu penggunaan strategi yang beragam dalam menangani radikalisme dan terorisme. Menurut dosen Fisip UGM ini, perlu membedakan juga antara radikalisme yang non kekerasan dengan radikalisme yang menggunakan jalur kekerasan.
Radikalisme non kekerasan, kata Najib yaitu radikalisme yang menggunakan jalur-jalur politik, jalur dakwah dan sosial. “Kekerasan pun harus dibedakan antara yang terorisme dengan fundamentalisme, yaitu menggunakan metode-metode main hakim sendiri. Itu yang menurut saya harus dibedakan secara jelas agar memiliki pemahaman konseptual yang memadai tentang peta radikalisme dan terorisme di Indonesia,” demikian Najib menjelaskan pada Lazuardi Birru.
Lalu secara spesifik menyangkut terorisme, menurut Najib perlu strategi yang multidimensional, kompherhensif. Pendekatan yang dilakukan, kata najib adalah dengan pendekatan keamanan yang represif, pendekatan kultural, sosial kesejahteraan, pendekatan moral dan etika, pendekatan politik, dan juga pendekatan kemasyarakatan. “Saya kira itu semuanya harus dilakukan secara bersama-sama dan harus melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak masyarakat secara langsung di level masyarakat akar rumput,” ungkapnya.
Menurut Najib, penanganan terorisme ini tidak hanya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang sifatnya ceremonial dan formal belaka. Tapi harus menjadi agenda day to day bersama. “Agenda bersama bahwa terorisme ini adalah musuh kolektif dan kita memerlukan upaya kolektif untuk memahami ini. Ketika itu belum berhasil, berarti saya kira itu masih bersifat ekslusif,” ungkapnya.
0 komentar:
Posting Komentar