Perkelahian masal yang melibatkan remaja ataupun pelajar sekolah bisa menjadi benih radikalisme. Pasalnya para pelaku tawuran menyukai kekerasan sebagai cara untuk menemukan jati dirinya ataupun alasan lain. Sementara radikalisme menghalalkan kekerasan untuk mewujudkan misa tertentu.
Pandangan itu dikemukan oleh Masran, aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor NU Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Gerakan Pemuda (GP) Ansor menggelar dialog bertema “Membumikan Solidaritas Sosial” di Majelis Ta’lim Raudatul Mualimin, Kecamatan Jatiuwung, baru-baru ini.
Dalam sambutannya sebagai ketua panitia pelaksana acara, Masran, mengatakan tawuran antarremaja bisa menjadi bibit radikalisme. Karena itu perlu diadakan dialog untuk siswa maupun pendidiknya.
Menurut dia, acara tersebut digelar untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di kalangan pemuda dan masyarakat yang berujung pada terorisme. Ia berharap, kegiatan ini dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada para aktivis Ormas mengenai bahaya radikalisme sehingga meningkatkan kewaspadaan mereka atas proses radikalisasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.
“Radikalisme pada akhirnya akan menghancurkan tatanan solidaritas sosial sebagai bangsa yang selama ini sudah terawat dengan utuh. Untuk itu perlu pencegahan yang dimulai lewat dialog,” ujarnya
Dialog diikuti sekitar 150 peserta yang merupakan anggota berbagai Ormas di Kota Tangerang, dengan narasumber Akademisi dari UIN Syarif Hidaytaullah Jakarta, Dr. Syihabudin Nur, Kepala Biro Data Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Pusat H Abu Rabani Abdulah, dan tokoh masyarakat Kota Tangerang KH. Arif Hidayat.
Dr. Sihabudin Nur mengatakan, pencegahan terhadap faham radikalisme perlu dilakukan sejak dini sehingga mematahkan potensi berkembangnya gerakan terorisme. “Upaya ini dapat berjalan dengan penyampaian informasi yang tepat dan penguatan kepada masyarakat, sehingga mereka dapat berpartisipasi di dalamnya,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar