Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........

Teroris Merugikan Publik, Negara Harus Tegas

Senin, 28 Januari 2013 | 0 komentar


Koordinator KontraS Haris Azhar mengatakan, aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air mengganggu proses demokratisasi, dan merugikan publik. Karena itu, kejahatan ini harus dilawan. Menurut dia, terorisme merupakan salah satu model kekerasan yang jadi problem di Indonesia.

“Idealnya, saya mendambakan sikap negara yang tegas, tetapi juga memenuhi satu prinsip kinerja penegakan hukum yang baik dalam menumpas, memerangi atau melakukan penegakan hukum terhadap tindakan terorisme ini,” kata Haris.

Menurut Haris, kelompok-kelompok ini mengganggu proses demokratisasi, melukai banyak orang, merugikan publik, dan merugikan warga yang harusnya dibela oleh negara. “Jadi dalam konteks ini, hak asasi yang mau saya sampaikan adalah harus ada peran aktif negara secara profesional melakukan tindakan penegakan hukum terhadap terorisme,” kata dia.

Catatannya, lanjut Haris, jangan sampai negara melakukan penegakan hukum secara tidak profesional. Karena hal itu bisa mengakibatkan pelanggaran HAM juga. Misalnya, penangkapan secara brutal, penyiksaan dalam pemeriksaan, terus ada BAP yang tidak sesuai keterangan. “Itu proses-proses hukum yang melanggar hak asasinya para orang yang diduga teroris itu,” ungkapnya.

“Mereka juga tetap punya hak yang harus dilindungi. Mereka juga manusia yang hak-hak nya harus dipenuhi. Saya khawatir sikap-sikap tidak profesional aparat negara dalam melakukan proses terhadap para teroris itu, justru akan menimbulkan problem baru,” imbuhnya.

Problem baru tersebut, yaitu: Pertama, tindakan yang melanggar aturan. Kedua, menimbulkan penderitaan dan kerugian buat orang-orang yang diduga teroris itu, dan secara psikologis akan menimbulkan kebencian terhadap Polisi.

Penanganan Terorisme Perlu Strategi Multidimensional

| 0 komentar


Peneliti radikalisme, Muhammad Najib Aska mengatakan, perlu penggunaan strategi yang beragam dalam menangani radikalisme dan terorisme. Menurut dosen Fisip UGM ini, perlu membedakan juga antara radikalisme yang non kekerasan dengan radikalisme yang menggunakan jalur kekerasan.

Radikalisme non kekerasan, kata Najib yaitu radikalisme yang menggunakan jalur-jalur politik, jalur dakwah dan sosial. “Kekerasan pun harus dibedakan antara yang terorisme dengan fundamentalisme, yaitu menggunakan metode-metode main hakim sendiri. Itu yang menurut saya harus dibedakan secara jelas agar memiliki pemahaman konseptual yang memadai tentang peta radikalisme dan terorisme di Indonesia,” demikian Najib menjelaskan pada Lazuardi Birru.

Lalu secara spesifik menyangkut terorisme, menurut Najib perlu strategi yang multidimensional, kompherhensif. Pendekatan yang dilakukan, kata najib adalah dengan pendekatan keamanan yang represif, pendekatan kultural, sosial kesejahteraan, pendekatan moral dan etika, pendekatan politik, dan juga pendekatan kemasyarakatan. “Saya kira itu semuanya harus dilakukan secara bersama-sama dan harus melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak masyarakat secara langsung di level masyarakat akar rumput,” ungkapnya.

Menurut Najib, penanganan terorisme ini tidak hanya dilakukan dengan pendekatan-pendekatan yang sifatnya ceremonial dan formal belaka. Tapi harus menjadi agenda day to day bersama. “Agenda bersama bahwa terorisme ini adalah musuh kolektif dan kita memerlukan upaya kolektif untuk memahami ini. Ketika itu belum berhasil, berarti saya kira itu masih bersifat ekslusif,” ungkapnya.

Tanggulangi Aksi Kekerasan, Presiden Luncurkan Inpres

| 0 komentar


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2013 untuk meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan di seluruh tanah air. Aksi kekerasan dan konflik komunal, termasuk aksi terorisme di tahun 2012 lalu, melatarbelakangi terbitnya Inpres tersebut.

“Saya sudah memberi instruksi untuk sungguh menjaga ketertiban dan keamanan negeri ini. Oleh karena itu, saya keluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 tahun 2013. Inti dari Inpres ini adalah instruksi saya untuk meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan di seluruh tanah air,” ujar Presiden SBY dalam sambutannya saat memberikan pembekalan kepada peserta Rapat Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2013, Senin (28/1) pagi di Plenary Hall, Jakarta Convention Centre, Jakarta Pusat.

Presiden berharap situasi keamanan di Indonesia benar-benar dapat dijaga. “Di samping Polri yang dibantu oleh TNI, peran Gubernur, Walikota, dan Bupati akan sangat besar,” seru SBY. “Tidak boleh ada keragu-raguan dalam bertidak, keterlambatan dalam mengatasinya. Tidak boleh lagi kita menangani konflik komunal secara tidak tuntas. Jangan menyimpan bom waktu,” tegas SBY.

Menyangkut catatan di bidang politik hukum dan HAM pada tahun 2012, SBY mengakui kehidupan kebangsaan kita diwarnai oleh sejumlah aksi kekerasan, benturan sosial dan konflik komunal, termasuk sejumlah aksi terorisme.

“Berarti keadaan keamanan dalam negeri kita khusunya keamanan dan ketertiban masyarakat tidak terjaga dengan baik. Dari berbagai survei, rakyat menyatakan ketidak puasannya bahkan ada yang menuduh negara melakukan pembiaran,” ungkap SBY.

“Oleh karena itu, dalam dua tahun ini yaitu 2013 dan 2014, tugas dan upaya menjaga keamanan dalam negeri utamanya keamanan dan ketertiban masyarakat, saya tetapkan sebagai prioritas,” tandasnya.

Kendati demikian, lanjut SBY, jika dibandingkan banyak negara lain di dunia yang keadaaan politik sosial dan keamanannya jauh lebih buruk ketimbang Indonesia, kita patut bersyukur atas kondisi keamanan bangsa yang jauh lebih baik dibandingkan beberapa Negara lain ataupun Indonesia dulu.

“Pada tahun-tahun pertama setelah krisis dulu, kita masih ingat, kita punya memori yang kelam atas apa yang terjadi di negeri ini tahun 1998 dan tahun-tahun setelah itu,” paparnya. 

Tanzim Khoidatul Jihad

Selasa, 22 Januari 2013 | 0 komentar


Tanzim Khoidatul Jihad adalah kelompok teroris yang masih aktif dan sangat berbahaya. Kelompok Tanzim Khoidatul Jihad berada di bawah jaringan Jama’ah Islamiyah dan Al-Qaeda. Menurut pengamat terorisme, Al Chaidar, kelompok ini merupakan penerus dari gerakan Darul Islam (DI), yang mempunyai hubungan langsung dengan organisasi Al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden. Adapun ciri-ciri kelompok ini adalah menggunakan peledak berkekuatan tinggi atau high explosive.

Sementara itu, target utama kelompok Tanzim Khoidatul Jihad adalah aparat kepolisian, Kejaksaan, DPR, Mahkamah Agung, serta seluruh simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kelompok militan ini bercita-cita mendirikan Darul Islam dan masih aktif, terlatih, memiliki modal dan mempunyai jama’ah atau anggota. Menurut Al Chaidar, mereka disebut ring on fire karena mereka juga merupakan eksekutor.

Kelompok Tanzim Khoidatul Jihad ini tidak jelas siapa pemimpinnya, tetapi selain berlatih di Aceh, kelompok ini juga berlatih di daerah pesisir Selatan Jawa, seperti di Cilacap, Banjarnegara, dan Garut. Meskipun demikian, Abu Tholut merupakan salah satu mantan anggota Tanzim Khoidatul Jihad yang kemudian memisahkan diri. Abu Tholut merupakan mantan mujahid Afghanistan. Dan diperkirakan setelah Noordin M.Top melepaskan diri dari Jama’ah Islamiyah, ia membentuk Tanzim Khoidatul Jihad yang merujuk pada kelompok teroris Al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden. Kemudian, Noordin M.Top menamakan kelompok binaannya sebagai Thaifah Muqotilah atau pasukan tempur.

Selain merekrut anggota dan melatih, Tanzim Khoidatul Jihad juga melakukan berbagai aksi teror, termasuk teror bom buku di Jakarta yang ditujukan kepada Jaringan Islam Liberal (JIL) pada 15 Maret 2011. Bom tersebut ditujukan kepada aktivis JIL, Ulil Abshar Abdallah dalam bentuk  paket buku. Bom kemudian meledak setelah sempat dijinakkan Kasat Reskrim Polres Jaktim, Kompol Dodi Rahmawan dengan cara menyiramkan air.

Aksi kelompok Tanzim Khoidatul Jihad terus berlanjut. Seperti diberitakan sebuah bom meledak di kantor radio KBR68H yang lokasinya berdekatan dengan komunitas Utan Kayu pada tanggal yang sama. Kemudian, pelaku juga mengirim paket bom ke kantor BNN yang ditujukan kepada Kepala BNN Komjen Pol Gories Mere dan ke kediaman Ketua Umum Pemuda Pancasila, Japto S Soerjosoemarno.

Kasus lain, Adil Firmansyah, pelaku penusukan kru TvOne, pada Rabu, 12 Desember 2011, diduga terkait dengan jaringan Tanzim Khoidatul Jihad yang merupakan pecahan dari jaringan teroris Noordin M.Top. Menurut Al Chaidar, jika memang Adil Firmansyah memang berasal dari Cilacap, maka besar kemungkinan dia berasal dari jaringan Tanzim Khoidatul Jihad asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.


Oleh Imam Muhlis

Kelompok-kelompok Teroris yang Beroperasi di Indonesia

| 0 komentar


Al Chaidar Pengamat terorisme, mengatakan bahwa ada 9 kelompok teroris di Indonesia. Kendati beberapa kelompok sudah mulai terungkap dan tertangkap, sebagian anggota jaringan tersebut masih hidup dan merupakan ring of fire yang berbahaya. Kesembilan kelompok tersebut adalah,

  1. Abu Khalis (Pepi),
  2. Oman Abdurahman,
  3. Alfadullah
  4. KPPSI
  5. Tanzim Khaidatul Jihad
  6. Abu Umar/ Abu Fatih
  7. Taufiq Bulaga
  8. Kelompok Cirebon
  9. Kelompok Ternate


Nomer 1, 2, 3, 4, Merupakan Jaringan Daarul Islam (DI); berlatih di Aceh dan tidak memiliki hubungan dengan Al-Qaeda. Jaringan DI meneror dengan peledak jenis low explosive. Kelompok DI lebih banyak ditemukan ditempat-tempat permukiman padat atau kota-kota besar. Target utama aparat kepolisian, simbol-simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk lembaga, seperti hanya polisi, Kejaksaan, DPR, Mahkamah Agung atau Istana.

Nomer 5, 6, 7, 8, 9, berada di bawah jaringan JI dan Al-Qaeda yakni kelompok Tanzim Khoidatul Jihad dan Taufiq Bulaga.  Dua kelompok memiliki ciri khas menggunakan peledak berkekuatan high explosive. Kelompok Abu Umar masih memiliki hubungan dengan kelompok Abu Sayyaf yang ada di Filipina Selatan, [klik SUMBER]

Untuk nomer  4, saya cukup heran (dan masih ragu), apakah yang di maksud oleh   Al Chaidar, sang Pengamat terorisme tersebut adalah Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) …!? Agaknya  Al Chaida dan MI yang patut menjawabnya dengan jelas. Hasil googling pun KPPSI, hanya menunjuk pada Komite Persiapan Penegakan Syariat Islam; walau seperti itu, kita perlu mengetahui lebih jelas lagi …. dan mudah-mudahan  Al Chaidar salah sebut.


Jika menurut polisi bahwa pelakunya itu-itu juga, maka ada beberapa hal yang sekiranya dapat dilakukan.  Misalnya,

menutup akses komunikasi antara teroris yang di luar  penjara dengan mereka atau para pentolan teroris yang ada di penjara
eksekusi hukuman mati, harus terus-menerus dilanjutkan
menutup semua web-situs penebar radikal, yang sekaligus penebar kekerasan - kebencian atas nama agama
membubarkan ormas-ormas keagamaan yang radikal dan anti Pancasila, termasuk parpol yang tida berazas Pancasila
para politisi radikal, sara, rasis, rasialis, (jika ada yang sebagai anggota badan legislatif), dipecat dan juga dihukum mati, karena mereka juga merupakan teroris serta pendukung para pelaku teror, atau bahkan penyandang dana
dan lain - lain
Kini, terpulang kepada pemerintah RI (atau rezim yang sekarang), mau negeri tegak berdiri atau hancur dengan membiarkan bibit-bibit teroris tersebut berkeliaran di Nusantara.

Ketum Nahdlatul Wathan: Teroris Mati Tidak Syahid

Senin, 21 Januari 2013 | 0 komentar


Zainul Majdi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan menegaskan bahwa teroris yang mati saat beraksi tidak bisa disebut sebagai syahid. Tindakan mereka yang meresahkan umat tidak dikategorikan sebagai jihad.

“Masyarakat tidak boleh keliru menafsirkan konsep jihad. Mari kita mengutuk tindakan teroris. Konsep jihad yang mereka anut itu keliru,” tandasnya seperti dilansir Gatra.

Zainul yang juga Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta agar masyarakat NTB melakukan gerakan yang membuat para teroris tidak nyaman berada di wilayahnya. Ia mensinyalir, ada upaya infiltrasi kelompok tertentu untuk menjadikan NTB seperti Poso.

Sebelumnya pada awal Januari 2013, polisi menangkap 5 terduga teroris di Dompu dan Bima NTB. Mereka terpaksa ditembak mati lantaran membawa senjata api. Polisi masih mengejar 2 terduga teroris lain yang berhasil kabur dalam penyergapan itu.

Kapolda NTB Brigjen Pol Mochamad Irawan menyatakan bahwa keberadaan 7 terduga teroris tersebut di NTB sudah terdeteksi sejak Desember 2012.  Target utama mereka adalah kawasan wisata wisata pantai yang menjadi favorit peselancar dari pelbagai belahan dunia.

Sumber: Gatra

Dimana FPI.........!!!???

| 0 komentar

Sejak terjadinya banjir besar dari tanggal 17 januari 2013 sampai saat ini, berbagai elemen masyarakat dan organisasi baik pemerintah maupun swasta bahu membahu meringankan beban para korban banjir, 
diantaranya ;
TNI, POLRI, BASARNAS, TAGANA, PMI, DINAS PEMADAM KEBAKARAN, YAYASAN BUDHA TZU CHI LSM, WANADRI, KAMPUS-KAMPUS MAHASISWA, PARTAI, PERSATUAN ARTIS DLL...

Salut untuk kerja keras mereka semua, tapi sungguh mengherankan di antara mereka tidak tidak terlihat FPI yang sok suci.....!!

Jelas tindakan kemanusiaan lebih berdampak nyata daripada teriakan anti kemaksiatan dan ketulusan hati lebih dihargai daripada sekedar penampilan BERJUBAH PUTIH !!.
Membantu itu lebih baik daripada hanya berdemo dan berkoar-koar di saat suasana tertib membuat keributan, disaat bencana mereka tidak membantu malah membuat statemen konyol.

Jakarta Kebanjiran, Ormas-Ormas Islam Radikal Berstatemen Konyol

| 0 komentar


Intensitas hujan yang tinggi memaksa Jakarta harus berendam air selama beberapa hari. Berbagai macam komponen masyarakat pun sibuk bahu-membahu mendirikan posko bantuan. Di tengah-tengah keprihatinan dan kepedulian banjir ada berbagai macam statemen yang beredar di masyarakat tentang banjir ibukota. Salah satunya adalah ada yang milihat banjir di Jakarta merupakan azab tuhan lantaran ibukota sesak dengan kemaksiatan.

Sebagaimana dimuat Voa-Islam, Habib Muhammad Rizieq Syihab mengungkapkan bahwa banjir yang melanda Jakarta tak lepas dari maksiat yang dilakukan, terutama oleh Gubernur DKI Jakarta yaitu Jokowi. Senada dengan hal itu Ketua Forum Umat Islam (FUI) Bernard Abdul Jabbar menyatakan patung telanjang di istana kepresidenan sebagai sumber laknatullah banjir Jakarta seperti yang tertulis di al-khilafah.org.

Di dunia maya pernyataan tersebut menuai banyak tanggapan. Banyak kalangan menilai bahwa pernyataan ormas-ormas Islam radikal terkait banjir di Jakarta sangat konyol, irasional dan hanya semacam politisasi bencana.

Secara implisit Ketua Pengurus Cabang NU Amerika –Kanada, Akhmad Sahal, memahami statemen ormas Islam radikal yang membawa-bawa muatan teologis pada bencana banjir sebagai statemen yang ironis atau bahkan konyol. Sebagaimana tertulis di akun Facebooknya;

“Masjidil Haram pernah kebanjiran pada 1941. Ka’bah terendam. Padahal sebelumnya tidak ada pesta tahun baru. Tidak ada patung perempuan telanjang di situ. Dan gubernurnya pun bukan Jokowi-Ahok”.

Dialog Agama Radikal di Kalangan Pemuda

Selasa, 15 Januari 2013 | 0 komentar

Polri Kesulitan Membendung Terorisme Dunia Maya

Senin, 14 Januari 2013 | 0 komentar


Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, kepolisian mensinyalir adanya upaya kelompok teroris merekrut anggota via dunia maya.

“Di dunia maya banyak aktivitas yang bisa terkait dengan terorisme,” katanya di Divisi Humas, Senin (14/1).

Dia menjelaskan, ada juga situsi-situs yang dibuat kelompok teror dengan menyediakan informasi seperti pembuatan bom rakitan, pelatihan aksi teror, ataupun propaganda terorisme. “Pelakunya, bisa jadi tidak berada di Indonesia,” lanjutnya.

“Karenanya perlu penyadaran pada masyarakat agar lebih selektif dalam menggunakan informasi yang tersedia di internet,” jelasnya.

Dia menambahakan Polri tak bisa membendung aktivitas yang terjadi di dunia maya. “Polri hanya bisa mengingatkan bahwa ada yang tak perlu diakses, memantau, menelusuri, dan menegakkan hukum,” pungkasnya.

Sumber: VIVAnews

Jihad “Berani Mati” Lebih Mudah Ketimbang Jihad “Berani Hidup”

Kamis, 10 Januari 2013 | 0 komentar


Aksi bom bunuh diri atas nama jihad lebih mudah dilakukan ketimbang implementasi jihad untuk menegakkan nilai-nilai ketuhanan di muka bumi. Jihad “berani mati” secara otomatis menyelesaikan tugas individu di muka bumi. Namun jihad “berani hidup” membuat manusia terus diwajibkan untuk menegakkan kemaslahatan umum hingga akhir hayatnya.

Hal ini ditegaskan oleh KH. Said Aqiel Siroj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Kuliah Umum bertajuk “Pemuda dan Ancaman Kekerasan Atas Nama Agama” yang digelar oleh Lazuardi Birru di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (9/1/2013).

Menurut Kiai Said istilah jihad telah mengalami penyempitan dan pendangkalan makna. Jihad kerap diidentikkan dan sekadar dimaknai sebagai peperangan. Padahal makna dan implementasi jihad sangat luas.

Pria asli Kempek Cirebon Jawa Barat ini merujuk salah satu kitab yang jamak dikaji di pesantren yaitu I’anatut Thalibin syarah Fathul Muin. Dalam kitab tersebut, lanjut Kiai Said, diterangkan bahwa jihad memiliki empat macam bentuk yaitu;

Pertama, menegakkan eksistensi Allah Swt di muka bumi seperti dengan melantunkan adzan, dzikir, dan ayat-ayat Alquran. Kedua, menegakkan syariat Allah atau nilai-nilai universal agama seperti menunaikan shalat, puasa, zakat, haji, menegakkan keadilan, kejujuran, dan sebagainya.

Ketiga, perang fi sabilillah. Jihad dalam bentuk ini baru bisa dilakukan jika ada komunitas lain yang mengancam keselamatan masyarakat. Keempat, daf’u dhararil ma’shumin, musliman kana au dzimmiyan yaitu mencukupi kebutuhan orang yang ditanggung (oleh pemerintah) baik itu yang muslim ataupun non muslim. Pemenuhan kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, dan jaminan kesehatan.

“Proyek bernama jihad itu luas cakupannya. Teramat mudah jika sekadar diimplementasikan dengan berani mati,” tandas Kiai Said.

Radikalis dan Teroris Ideologis hanya Minoritas

| 0 komentar


Berbagai peristiwa radikalisme dan terorisme yang kebetulan membawa-bawa Islam sedikit banyak telah menggiring pemahaman bahwa Islam adalah agama kekerasan. Terlebih terkadang media-media tertentu semakin menggosok-gosok stigma ini yang tentu saja sangat merugikan umat Islam secara keseluruhan.

Namun sesunggunya kelompok garis keras juga bisa ditemukan di setiap agama apa saja. Menurut mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Gus Dur, Khofifah Indar Parawansa, setiap agama pasti ada kelompok hard linersnya.

“Tidak didominasi satu agama saja yang pengikutnya ada kelompok garis kerasnya. Tetapi bahwa semua agama ada pengikutnya yang akan  tertarik kepada kelompok-kelompok garis keras atau radikal. Dan sebaliknya akan ada juga yang tertarik dengan kelompok liberal serta kelompok-kelompok moderat. Saya rasa tiga kelompok ini akan ada di semua agama” tutur Khofifah kepada Lazuardibirru beberapa waktu yang lalu.

Dengan mengutip penelitian yang dilakukan Australian Strategic Policy Institute, Khofifah mengatakan bahwa tidak semua pengikut kelompok garis keras terpicu menjadi radikal karena faktor ideologis. Dan bahkan bisa dikatakan bahwa pengikut kelompok radikal yang ideologis jumlahnya sangat sedikit.

“Potensinya bisa muncul dengan berbagai pemicu. Kalau menurut Australian Strategic Policy Institute yang melakukan survey dari 33 terpidana terorisme di indonesia, ternyata 30% diantaranya mental dengan program deradikalisasi. Artinya 30% itu sangat ideologis. Ada orang yang radikal pemikirannya saja, tidak sampai melakukan sesuatu yang destruktif dan kekerasan. Andai kemudian mereka menjadi teroris, menurut survey ini, hanya 30% saya yang karena faktor ideologis. Dan itu berarti ada sisa 70% karena faktor-faktor lainnya. Ada faktor dendam, ketidakpuasan dari sisi ketidakadilan atau disparitas ekonomi dll” katanya.

Khofifah memahami karena penyebabnya bukan variabel tunggal maka ikhtiarnya/penyelesaian tidak bisa dengan satu cara. Menurutnya banyak pihak yang harus melakukan evaluasi dan refleksi sebagai bangsa supaya NKRI ini utuh.

Teror Keji Di Rumah Syekh Panji

Senin, 07 Januari 2013 | 0 komentar


SANUSI (37) sangat terkejut ketika Kamis, 14 
Desember 2012, didatangi beberapa satpam 
Pondok Pesantren Al-Zaytun, tempatnya bekerja. Saat itu Sanusi sedang di Gedung Ali (salah satu bangunan di kompleks Al-Zaytun) bersama Temo, teman kerjanya. Sanusi dan Temo kemudian dibawa ke pos keamanan yang ada di Gedung Ali.
Prak! Wajah Sanusi tiba-tiba ditampar Suwandi, salah satu satpam. Saat itu Suwandi tidak berkata sedikit pun. Setelah menampar, Suwandi yang ditemani Komarudin, menyeret Sanusi dan Temo ke dalam mobil Panther, yang dikemudikan Pasaribu. Keduanya 
dibawa ke gedung Masiqoh. Ini merupakan gedung utama yang dipakai sebagai kantor dan rumah dinas Panji Gumilang, pemimpin Al-Zaytun. 
“Di situ saya langsung diinterogasi sama Pak Suwandi, dan saya ditampari sama buku yang ditekuk-tekuk ke muka saya. Dagu saya diangkat supaya muka saya terlihat. Terus tangannya mengepal dan menonjok jidat saya,” ujar Sanusi saat ditemui majalah detik, Senin 31 Desember 2012. Toni Ismawan, satpam lainnya, kemudian mengambil selebaran yang dikumpulkan Temo, salah seorang temannya. Tebal selebaran itu sekitar satu rim. Selebaran setebal 500 lembar itu kemudian ditimpakan ke kepala Sanusi. Setelah itu tangan Sanusi dipiting sambil diteriaki Toni. Dari situ Sanusi tahu penyebab ia dibawa ke pos keamanan terkait selebaran yang berisi kritik terhadap Al-Zaytun, terutama masalah kesejahteraan dan gaji. Sanusi mengakui, dirinya yang pertama kali menyebarkan selebaran itu di kompleks pesantren yang memiliki santri ribuan orang tersebut. 


Pemukulan yang dialami Sanusi tidak berhenti sampai di situ. Begitu datang Iskandar Saefullah, bendahara yayasan atau sering disebut sebagai Menteri Keuangan Al-Zaytun, kepala Sanusi lagi-lagi dipukul menggunakan selebaran setebal satu rim. Bahkan Iskandar juga menebar ancaman kepada dirinya. “Saya akan pecahkan kepala kamu! Saya akan penggal leher kamu! Saya akan rendam di air panas dan tidak akan ada yang menolong kamu!” begitu ancaman Iskandar Saefullah, seperti ditirukan Sanusi. 

Usai dihajar habis-habisan, Sanusi langsung diboyong dengan tangan diborgol. Ia dibawa ke basement gudang atas instruksi Iskandar. Setelah dimasukkan ke dalam sel ala Al-Zaytun, tangannya kemudian diborgol ke jemuran berbahan aluminium yang ada di ruangan berukuran 3 x 6 meter tersebut. Menurut Sanusi, ruangan itu terasa sempit, sebab di dalam ruangan juga terdapat tumpukan kardus dan tripleks. Parahnya lagi ruangan sangat minim ventilasi udara dan lampu yang redup. Beberapa jam kemudian pintu basement itu dibuka. 

Barang Bukti

Ia melihat rekan kerjanya, Widodo, dan Adi Trimojo juga dibawa ke ruangan itu. Keduanya teman Sanusi yang ikut menyebarkan selebaran. Begitu masuk, Widodo dan Trimojo juga diborgol di jemuran. Berikutnya giliran Tukino dan Sutrisno yang dimasukkan ke dalam basement. Keesokan harinya, Jumat, 15 Desember 2012, penyiksaan kembali terjadi. Edi Suwignyo, satpam lainnya, memukuli dan menendang Sanusi. Begitu juga terhadap Widodo dan Trimojo. Sore harinya, interogasi yang diselingi pemukulan dihentikan, sebab para petugas keamanan sibuk mengurus kedatangan Menteri Agama Suryadharma Ali ke Al-Zaytun. Esok harinya, Sabtu, 16 Desember, giliran Widodo, Sutrisno, dan Tukino  yang kena bogem mentah dari satpam bernama Jun Junaedi yang dibantu Edi Suwignyo. Selain memukul, Junaedi juga menjambak rambut Widodo, Sutrisno, dan Tukino hingga mereka meringis kesakitan. “Saya ditendang di perut bagian bawah dan wajah,” ungkap Tukino kepada  majalah detik. 
Sore di hari yang sama, Sanusi, Tukino, Widodo, Sutrisno, dan Trimojo disidang di pos keamanan gedung utama. “Saat itu yang menyidang Pak Aceng, Pak Rasdi, Pak Iskandar, dan dari dua satpam: Toni Imawan dan Edi Suwignyo,” jelas Sanusi.Menurut Sanusi, penyekapan dan penyiksaan yang menimpa mereka sebenarnya diketahui Panji Gumilang. Sebab Panji sempat ke pos keamanan, Sabtu, 16 Desember 2012. Begitu juga anaknya yang mondarmandir di depan pos keamanan. Selain disekap dan disiksa, lima karyawan Al-Zaytun itu juga jarang dikasih makan. Sehari hanya dikasih makan sekali, itu pun kalau ada sisa makanan dari pos keamanan. Alhasil kelima tahanan Al-Zaytun itu selama ditahan tidak hanya menahan sakit, tetapi juga lapar.


Penyekapan dan penyiksaan yang mereka alami baru berakhir ketika istri-istri mereka melapor ke Polsek Gantar, Senin, 17 Desember 2012. “Para istri korban melapor sudah 3 hari suami mereka tidak pulang,” kata Kapolsek Gantar, Indramayu, Iptu Acep Hasbullah kepada majalah detik. Setelah mendapat laporan, kata Acep, beberapa petugas dari Polsek Gantar dan Koramil Gantar, menyanggongi Al-Zaytun. Tidak mudah untuk bisa masuk ke dalam kompleks pesantren itu. “Kita butuh waktu lebih 1 jam berunding untuk bisa masuk ke Al-Zaytun,” terang Acep. Untuk masuk ke Al-Zaytun memang bukan perkara mudah. Menurut informasi yang dihimpun  majalah detik, di sekitar kompleks pesantren itu, tokoh setingkat Kapolres maupun bupati tidak bisa seenaknya masuk ke dalam kompleks tanpa seizin Panji.
Begitu juga kendala yang dialami polsek dan Koramil Gantar yang dipimpin Iptu Acep. Mereka harus melakukan negosiasi yang alot untuk bisa masuk ke dalam kompleks tersebut. Setelah berhasil masuk, polisi dan petugas Koramil menemukan kelima orang itu di ruangan  basement. Saat itu mereka terlihat sedang tertidur di ruanganyang dialasi kardus. Setelah melakukan pembicaraan panjang, polisi berhasil membawa kelima korban penyekapan ke luar kompleks. 


Hari itu juga kelima korban membuat laporan resmi ke Polsek Gantar atas dugaan perampasan kemerdekaan orang lain. Begitu menerima laporan, Polsek Gantar langsung melimpahkan kasus itu ke Polres Indramayu. “Besoknya (Selasa, 18 Desember 2012) kami di-BAP di Polres,” jelas Sanusi.Kapolres Indramayu  AKBP Golkar Pangarso saat dikonfirmasi, mengatakan, saat ini ada 9 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyekapan itu. Mereka dijerat dengan pasal yang berbeda tergantung perannya dalam kasus penyekapan dan penyiksaan itu. Misalnya Iskandar Saefullah (Menteri Keuangan AlZaytun) dijerat pasal 170 dan 335, Edi Suwignyo (satpam) dijerat pasal 170, Toni Ismawan (satpam) dijerat pasal 352, Darim Tarikin (satpam) pasal 333 juncto 55, Darto (satpam) kena pasal 335 juncto 55, Kuwat Slamet (satpam) pasal 352, Junaedi Darma (satpam) dijerat pasal 352, Murjiman (satpam) terkena pasal 352, serta Suwandi (satpam) dikenakan pasal 333 juncto 352. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah gelar perkara pada Jumat, 21 Desember 2012. Para tersangka juga telah diperiksa pada Jumat, 4 januari

2013. Seminggu kemudian Iskandar, Suwandi, Darto, Darim  ditahan.

Namun soal keterlibatan Panji Gumilang, Kapolres Indramayu mengaku masih mendalaminya. 
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menyatakan, sebenarnya kasus penyekapan dan penyiksaan itu sangat gampang untuk segera ditangani polisi. Hanya saja polisi dianggap masih sungkan dengan nama besar Panji Gumilang, apalagi dalam kepengurusan Al-Zaytun disebut ada mantan KaBIN Hendropriyono. 
“Kalau mereka diperintahkan oleh Panji langsung, apalagi sampai di bawah rumah dia, ini harusnya ketahuan siapa aktornya. Apalagi di pesantren dia yang sifatnya di bawah komando dia,” tegas Azhar.Dengan kata lain, imbuh Azhar, polisi mau kerja atau tidak? Apakah punya keberanian dan kemampuan atau tidak mengusut kasus penyekapan yang terjadi di Al-Zaytun? Sebab selama ini, menurut catatan KontraS, level Mabes Polri saja sulit tembus ke Al-Zaytun, apalagi level Polres Indramayu. Hendropriyono yang dihubungi majalah detik enggan berkomentar. “Saya sudah tidak lagi berhubungan (dengan Panji) sejak tidak lagi menjabat KaBIN,” kata Hendro. Ketua Komnas HAM, Otto Nur Abdullah menilai penyekapan yang dilakukan Al-Zaytun sangat keterlaluan. “Al-Zaytun sebagai lembaga pendidikan dan keagamaan telah melakukan tindakan yang tidak islami, bahkan berbohong” ucapnya.

Sumber : majalah.detik.com



“Penerapan Pendidikan Multikultural di Pesantren : Strategi Mengubah Stigma Pesantren sebagai Gudang Terorisme dan Radikalisme”

| 0 komentar


Kasus teror dan terorisme di Indonesia memang menjadi isu hangat yang tak pernah sepi dibicarakan. Sejak kemunculan kasus peledakan bom Bali satu pada tahun 2002 dan bom Bali dua  pada tahun 2005, Indonesia menyatakan perang terhadap aksi teror dan terorisme. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata kasus peledakan bom yang terjadi akhir-akhir ini adalah kasus bom bunuh diri. Jika memperhatikan latar belakang para pelaku, sebagian besar merupakan alumni pondok pesantren yang sejatinya paham akan nilai-nilai luhur agama dan kitab suci. Demikian pula beberapa pelaku pengeboman Bali juga melibatkan mereka yang pernah belajar di pesantren. Karena itu, tidak mengherankan jika kemudian Amerika Serikat mulai membidik pesantren sebagai basis terorisme di Indonesia. Munculnya asumsi yang mengatakan bahwa pesantren sebagai basis terorisme bermula saat muncul isu bahwa Pesantren Ngruki merupakan salah satu basis al Jamaah al Islamiyah. Berdasarkan rumusan masalah inilah, maka tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah : 1)Mendeskripsikan sistem pendidikan yang diterapkan pesantren, 2) Mendeskripsikan potensi dan strategi penerapan pendidikan multikultural di pesantren dalam upaya mengubah stigma pesantren sebagai gudang terorisme dan radikalisme.

Belajar Toleransi dari Nabi Muhammad SAW

Rabu, 02 Januari 2013 | 0 komentar


Ironi rasanya jika melihat muslim melakukan aksi-aksi kekerasan apalagi teror. Islam adalah agama damai. Bahkan sudah jelas disebutkan dalam Hadis bahwa Muhammad SAW diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia yang itu berarti salah satunya menjadikan manusia lebih beradab dan toleran.

Menurut Prof. Dr. Quraisy Shihab, ada begitu banyak kisah Muhammad SAW yang merepresentasikan karakter toleran yang begitu tinggi. Bahkan dalam kadar tertentu Nabi SAW sangat mengedepankan toleransi dan perdamaian.

“Ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah, saat itu, dalam konsepnya Nabi menuliskan kalimat Bismillahi ar-Rahmani ar-Rahim. Namun oleh kaum Musyrik tidak disetujui. Mereka meminta agar ditulis menjadi Bismikallahumma. Nabi berkata kepada Ali bin Abi Thalib “hapus basmalah dan tulis bismikallahumma sesuai usul mereka!” Nabi menyusun dan menyatakan: “inilah perjanjian antara Muhammad Rasulullah dan wakil dari kaum musyrik Mekkah.” Pemimpin delegasi kaum musyrik berkata “seandainya kami mengakui engkau sebagai rasul Allah, maka kami tidak akan memerangimu. Tulis “perjanjian ini antara Muhammmad putra Abdullah!” Rasul pun berkata “hapus kata Rasulullah dan ganti dengan Muhammad putra Abdillah!”  Sayidina Ali dan sahabat-sahabatnya tidak ingin bertoleransi dalam hal ini, mereka enggan menghapusnya. Tetapi Nabi yang penuh dengan toleransi itu menghapus 7 kata demi kemaslahatan, demi perdamaian” dedah Quraisy Shihab.

Polisi Mengendus Jaringan Teroris Baru Poso

| 0 komentar


Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengendus adanya jaringan teroris baru di Poso, Sulawesi Tengah. Jaringan tersebut terpisah dari jaringan Santoso alias Abu Wardah dan Taufik Bulaga alias Upik Lawanga.

Kepala Divisi Humas Kepolisian RI, Inspektur Jenderal Suhardi Alius, belum mau menjelaskan lebih jauh soal itu. “Progres-nya belum kami terima,” kata Suhardi, Rabu, 2 Januari 2012.

Santoso dikenal sebagai pemimpin pelatihan teror di Poso. Dia diduga masuk dalam bagian kelompok Poso, Pesisir Utara. Santoso juga pernah tinggal di Tambarana, Kecamatan Poso, Pesisir Utara. Sejak buron, keberadaan Santoso misterius. Adapun istri dan anaknya masih tinggal di Tambarana.

Polisi menduga Santoso terlibat teror di Poso belakangan ini. Terakhir, insiden penembakan rombongan patroli personel Brimob saat melintas di Desa Tambarana pada 20 Desember lalu. Penembakan ini menewaskan empat orang polisi bernama Briptu Ruslan, Briptu Winarto, Briptu Wayan Putu Ariawan, dan Briptu Eko Wijaya. Dua orang terluka bernama Briptu Siswandi Yulianto dan Briptu Lungguh Anggara.

Sehari kemudian, Kepolisian menangkap lima orang yang diduga terkait dengan penembakan tersebut. Mereka adalah Riyadi alias Mas Riad, Sugiyanto Latif alias Papa Latif, Agus alias Solihin, Muhrin, dan Sony Hermawan alias Pakde.

Kelimanya diduga anak buah Santoso. Mereka disangka berperan membantu pelatihan teror di kawasan pegunungan di Desa Karola dan memasok logistik kepada peserta pelatihan. Mereka berlima sudah dibawa ke Jakarta.

Adapun Upik Lawanga merupakan buron Densus 88. Upik pernah tinggal di Poso Kota. Dia diduga terlibat dalam konflik horizontal berlatar belakang agama di Poso pada 2005 lalu. Upik dikenal ahli dalam merakit bom pipa dan menjadi murid ahli bom Dr. Azahari Husein, yang tewas di Batu, Jawa Timur. 

Kapolri: Operasi Teritoral Khusus Poso Dimulai

| 0 komentar


POSO- Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyatakan polisi telah memulai operasi teritorial khusus di Poso, Sulawesi Tengah. Operasi teritorial dilaksanakan sebagai upaya Polri untuk merebut simpati dan dukungan masyarakat guna bersama-sama menjaga keamanan di Poso yang mulai kondusif.

Dari hasil pertemuan dengan tokoh masyarakat dan agama serta Pemerintah Kabupaten Poso pada Rabu, 2 Januari, Timur mengatakan, pihaknya mendapat banyak masukan untuk segera dilaksanakan.

Timur menyatakan Polri telah memulai operasi teritorial khusus untuk penanganan Poso. Dengan jalan tersebut diharapkan dapat merekrut dan mengajak masyarakat untuk menjaga wilayah Poso agar tetap aman dan kondusif. Hal tersebut dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat, TNI dan Polri. 

Sementara itu, terkait keberadaan kelompok bersenjata yang hingga kini masih berkeliaran, Kapolri menegaskan polisi berupaya secepatnya untuk mengejar dan menangkap kelompok  tersebut. 

Kapolri menyebut, Santoso adalah bagian di antara yang memimpin kelompok bersenjata tersebut. 

Meskipun telah menewaskan enam anggota Polri pada 2012 silam, namun aparat Kepolisian hingga kini belum mengetahui secara pasti keberadaan kelompok itu. 

MUI: Syariat Islam tak Mengatur Wanita Ngangkang

| 0 komentar


JAKARTA- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan, mengatakan, dalam Syariat Islam, tidak ada aturan yang secara jelas membahas perempuan duduk ngangkang. Hal tersebut disampaikan untuk menyikapi Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, yang akan memberlakukan larangan bagi perempuan duduk terbuka atau ngangkang di atas sepeda motor.

Menurut Amidhan, hal tersebut lebih menyangkut etika dan sopan santun, bukan pada hukum Syariat Islam. Bahkan jika dengan duduk ngangkang, lanjut Amidhan, tidak membahayakan ketika mengendarai sepeda motor, maka hal tersebut justru dianjurkan.

“Kalau dengan duduk ngangkang (perempuan) tidak jatuh dari motor, ya boleh-boleh saja. Daripada duduk searah tapi membahayakan diri sendiri,” katanya ketika dihubungi Okezone melalui telefon, Rabu 2 Januari malam.

Asal saat mengendarai sepeda motor, perempuan tersebut tidak berlebihan dan memamerkan auratnya, maka duduk ngangkang hukumnya sah. Selain itu, dalam keadaan darurat, seorang perempuan juga diperbolehkan membonceng laki-laki yang bukan muhrimnya.

“Untuk kepentingan yang mendesak, maka hal tersebut di-ma’fu (dimaafkan),” tambahnya.

Kendati demikian, menurut Amidhan, aturan yang akan diberlakukan di Lhokseumawe itu karena sebagai daerah otonomi khusus sehingga dapat membuat aturan tersendiri. Ada tiga hal yang menjadi landasan diterbitkannya suatu aturan baru yakni, pada aspek budaya, pendidikan, dan Agama Islam.

“Jika ada warga yang protes dengan aturan itu, maka mestinya ditanyakan dulu sebelum diberlakukan,” lanjutnya.

Larangan perempuan ngangkang ketika mengendarai sepeda motor, tambah Amidhan, bisa jadi hanya cocok diberlakukan di Aceh dan beberapa daerah lain yang memiliki kebiasaan atau budaya menutup aurat.

“Seperti Kalimantan Selatan dan Sumatera Barat yang kental nuansa agamanya, perempuan kalo dibonceng duduknya satu arah. Itu bukan karena aturan agama, melainkan kebiasaan dan budaya di sana,” tuturnya.

Berbeda halnya ketika di kota besar seperti Jakarta, perempuan yang duduk satu arah ketika dibonceng sepeda motor justru mengancam keselamatan jiwanya. Sebab kondisi lalu lintas yang padat dan macet, membuatnya rawan jatuh.

“Kondisional aja, itu gak cocok kalau diterapkan di kota-kota besar seperti Jakarta,” tutupnya. 
 
© Copyright 2010-2011 TANAH KHATULISTIWA All Rights Reserved.
Template Design by Purjianto | Published by script blogger | Powered by Blogger.com.