Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........

Memperberat Hukuman Tak Cukup Efektif Memberantas Terorisme

Senin, 01 Oktober 2012


Di era reformasi dan sistem demokratisasi sekarang, masyarakat memiliki kebebasan luar biasa. Mereka bisa menyampaikan pendapat kapan pun dan dimana pun. Bahkan masyakat bisa mengekspresikan dirinya secara bebas hingga melakukan tindakan melanggar hukum. Saking bebasnya, sebagian masyarakat atau kelompok tertentu tega melakukan aksi kekerasan dan menteror terhadap orang lain. Dengan kata lain, di era terbuka masyarakat semakin percaya diri berbuat anarkis bahkan aksi terorisme.
Kriminolog Universitas Indonesia, Prof Dr Adrianus Meliala, menilai fenomena tersebut bukan karena hukum  di Indonesia lemah. Sebab berdasarkan pengalaman beberapa negara maraknya aksi kekerasan dan terorisme tak terkait dengan lemahnya hukum dan ringannya hukuman yang berlaku.

“Saya kira soal hukum dari pengalaman mancanegara itu non-isu. Artinya tidak ada suatu negara yang hukumnya ringan maka masyarakatnya marak berbuat terorisme, sedangkan negara yang hukumnya berat tidak ada terorisme. Berat dan ringannya negara dari segi hukum tidak mempengaruhi konteks aksi terorisme,” kata Adrianus beberapa waktu lalu.

Ia menegaskan langkah memperberat hukuman bagi pelaku teror tak begitu efektif untuk mencegah terorisme. Menurut berbagai pengalaman sejumlah negara ternyata hukum tidak mampu menangkal seseorang untuk tidak berbuat terorisme. Misalnya di Pakistan pelaku terorisme yang tertangkap diancam langsung dengan hukum mati. Namun dalam faktanya beratnya hukuman tidak mampu membuat seseorang berhenti untuk tidak menjadi teroris.

“Sekarang ada harapan dari pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Antiterorisme dengan meningkatkan ancaman hukumannya. Saya yakin itu tidak mampu menekan terorisme karena pelaku terorisme tidak mungkin memilih dan membaca UU dulu sebelum beraksi. Pendekatan hukum saja tidak cukup,” ungkap dia.

Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI ini menyatakan, untuk memberantas terorisme perlu ada pembagian tugas antar elemen pemerintah dan masyarakat. Misalnya aparat kepolisian menangani kelompok atau individu yang sudah radikal, memiliki akses senjata dan bahan peledak, dan siap melakukan aksi teror. Namun untuk massa yang mengetahui Islam secara parsial menjadi tugas masyarakat sipil. “Sekarang bagaimana semua elemen dengan cara masing-masing membantu agar masyarakat tidak radikal,” ucapnya.

Adrianus menilai pencegahan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah belum maksimal. Sekarang ketika seseorang bicara deradikalisasi lebih banyak di pidato, seminar dan makalah, tapi langkah nyatanya belum ada.

“Namun untung meski agak terlambat pemerintah mengubah BKPT menjadi BNPT. Meski sudah menjadi BNPT tapi proses perkembanganya amat lambat misalnya sekarang belum ada personil, anggaran, dan SOP. Bahkan belum jelas apakah BNPT mau menjadi regulator, fasilitator atau operator. Mereka masih ribet dengan urusan sendiri dan belum mulai menghandle masalah terorisme,” pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2010-2011 TANAH KHATULISTIWA All Rights Reserved.
Template Design by Purjianto | Published by script blogger | Powered by Blogger.com.