Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........

Identitas Empat Terduga Teroris Poso Telah Diketahui

Rabu, 31 Oktober 2012 | 0 komentar


Empat dari enam terduga teroris Poso yang diringkus dalam penggerebekkan polisi bersama anggota TNI di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Sulawesi Tengah, telah diketahui identitasnya.

Kapolda Sulteng, Brigjen Pol Dewa Parsana di Mapolres Poso, menyebutkan, keempat terduga teroris itu adalah Jippo alias Ibeng, tewas tertembak. Muhammad alias Rahmad dan Cecep alias Natsir tertangkap dalam kondisi luka karena tertembak serta Farhan ditangkap tanpa cedera, sedangkan dua lainnya belum diumumkan nama mereka.

Kapolda Dewa Parsana belum memberikan penjelasan mengenai jaringan atau kelompok mereka serta peran masing-masing karena masih dalam pemeriksaan.

Sementara jenazah Jippo alias Ibeng yang dilaporkan mengalami luka tembak di kepala dan paha, saat ini telah berada di Bandara Mutiara Palu untuk menunggu pesawat yang akan membawanya ke Jakarta untuk diotopsi di RS Polri setelah disimpan sementara di RSU Bhayangkara Palu.

Sedangkan Muhammad alias Rahmad dan Cecep alias Natsir yang terluka, tampaknya sangat dirahasiakan keberadaan mereka, namun ada informasi bahwa mereka masih menjalani perawatan di RSU Bhayangkara Palu.

Dakwah Islam Tekankan Dialog bukan Kekerasan

Selasa, 23 Oktober 2012 | 0 komentar


Kebhinekaan bangsa ini tetap harus dijaga. Karena setiap saat sikap intoleran yang berujung pada kekerasan terus saja membayangi. Apabila dipandang sebagai negatif, tentu bisa dikatakan biang keladinya adalah perbedaan. Namun tidak jika perbedaan dipandang sebagai fitrah dan sunatullah.

Sejatinya sikap ekstrem dalam beragama dan pemaksaan kebenaran yang makin sering muncul saat kini terjadi lantaran salah dalam memahami perbedaan. Kalangan intoleran melupakan bahwa negara dan bangsa Indonesia lahir dari 17.000 pulau, banyak keyakinan dan cara pandang. Ini adalah fakta yang tak mungkin dielak atau bisa disebut dengan fitrah dan sunatullah. Pernyataan tersebut terlontar dari Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid.

Dan rasa-rasanya tidak ada sistem politik yang dapat menampung perbedaan sedemikian rupa selain demokrasi. Maka menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dengan prinsip menghargai hak manusia untuk berpendapat dan beribadah merupakan keharusan. Pada sisi ini demokrasi sejalan dengan semangat kebhinekaan bangsa. “Ketidaksetujuan dan perselisihan mesti diselesaikan dengan dialog dan semangat kebersamaan,” demikian tutur Nusron.

Kekerasan yang mengatasnamakan agama sejatinya tidak memiliki pendasaran yang kuat dalam Islam. Jalan damai selalu diajarkan Islam. Apalagi Islam juga tidak pernah mengajarkan untuk memaksakan kehendak pada orang lain. Maka menutup ruang dialog dan diskusi merupakan bencana besar, sama saja menutup pendapat setiap orang untuk saling berbagi. Dialog adalah cara yang diajarkan Islam dalam berdakwah. [

Aku Malala, Aku Anti-Taliban

Senin, 22 Oktober 2012 | 0 komentar


Adalah Malala Yousafzai, aktivis remaja berusia 14 tahun korban penembakan Taliban. Malala mulai muncul di hadapan publik sejak usia 11 tahun. Saat itu ia menulis di blog BBB berbahasa urdu, dengan sebuah nama pena, untuk melawan perlakuan tidak sewenang-wenang kelompok Taliban di kampung halamannya.

Koran India, The Hindu, melaporkan, pasca kejadian penembakan terhadap Malala, banyak remaja perempuan di Afghanistan mengatakan “Saya Malala”. Ini sebagai bentuk tantangan terhadap pernyataan jubir Taliban, Ihsanullah Ihsan, yang berjanji akan membunuh Malala jika masih hidup.

Taliban, kelompok teroris bentukan AS saat perang melawan pengaruh Soviet, melarang anak-anak perempuan memasuki sekolah. Bagi mereka, perempuan bersekolah itu merupakan simbol kebudayaan barat.

Tak sedikit perempuan, termasuk anak-anak, menjadi korban kebrutalan Taliban. Terkadang, dalam urusan seperti berpakaian, Taliban mengatur mana yang pantas dan tidak pantas dikenakan oleh perempuan. Taliban melarang baju warna-warni.

Malala bersuara keras menentang semua itu. Tak hanya di blog, ia aktif berkampanye untuk memperjuangkan hak perempuan atas pendidikan. Ia melakukan itu di kampung halamannya, Mingora, lembah Swat, Pakistan Utara, sebuah daerah yang dikontrol Taliban sejak tahun 2007 hingga sekarang.

Sejak Januari 2009, Taliban menutup sekolah-sekolah dan melarang perempuan bersekolah. Tetapi anak-anak perempuan di lemba Swat tak takut. Mereka tetap memilih pergi ke sekolah. Ini berkat kampanye terus-menerus dari Malala.

Pada 9 Oktober lalu, saat Malala Yousafzai bersama dua rekannya, Shazia Ramzan and Kainat Ahmed, di dalam sebuah bus sepulang dari sekolah, pasukan bersenjata Taliban menembaknya dalam jarak dekat. Peluru Taliban bersarang di leher dan kepalanya. Tembakan teroris juga melukai dua kawannya yang lain.

Saat itu, seperti dituturkan kawannya yang melihat kejadian, kelompok Taliban menghentikan bus yang ditumpangi Malala. Ia menanyakan siapa yang bernama “Malala Yousafzai”. Tak satupun diantara rekan Malala yang menjawab atau menunjuk. Tembakan jarak dekat pun menyalak.

Saat ini dukungan terhadap pun terus berdatangan. Tak hanya dukungan dari rakyat di negerinya, Pakistan, tetapi juga dukungan masyarakat internasional. Tak salah jurnalis Pakistan, Ahmed Rashid, menulis di New Yorker menyebut Malala sebagai “teladan tak hanya untuk anak-anak di wilayahnya, tetapi juga menjadi simbol dari perdamaian.” 

Menkopolhukam Kecam Pelaku Bom Poso

| 0 komentar


Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengecam pelaku peledakan bom di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Ia memerintahkan aparat keamanan menangkap pelakunya. “Ya betul (ada peledakan bom di Poso). Insiden ini sangat disesalkan dan saya kecam keras pelaku tindakan yang sangat tidak terpuji ini,” kata Djoko, seperti dilansir Kompas.com, Senin, 22/10/2012.

Seperti diberitakan, bom meledak di dekat pos polisi lalu lintas di Poso, Senin pagi, pukul 06.15 waktu setempat. Kejadian ini mengakibatkan tiga orang luka parah. Aparat keamanan masih menyelidiki kejadian ini. “Aparat keamanan akan segera mencari dan menangkap para pelaku kejahatan ini,” ungkapnya.

Ia juga mengimbau warga Poso tetap tenang dan dapat menahan diri terhadap provokasi-provokasi yang tidak baik ini. “Peristiwa itu sangat disesalkan. Tidak ada dalil pembenaran terhadap tindakan yang tidak berperikemanusiaan ini,” imbuhnya seperti dilansir Inilah.com, 22/10/2012.

Menurut dia, aksi itu tidak dapat ditolerir dan harus segera diambil tindakan tegas. Djoko mendesak aparat kepolisian segera menangkap para pelaku teror yang sudah meresahkan masyarakat itu. “Pelakunya harus segera ditangkap dan diadili,” pungkasnya.

Radikalisasi Muslim Indonesia Bersumber dari Pengaruh Luar

| 0 komentar


Banyak pakar yang mentesiskan bahwa sejatinya Islam yang dipeluk masyarakat Indonesia bercorak moderat dan damai. Namun kehadiran aktor-aktor terorisme yang berasal dari nusantara belakangan ini mencuatkan tanya atas tesis tersebut. Beberapa pernyataan mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa paham ke-Islaman radikal dan teror diakibatkan dari injeksi dan pengaruh dari luar.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj salah satu aliran Islam asing yang turut terlibat dalam proses radikalisasi muslim Indonesia adalah Wahabi. Bahkan pada titik tertentu Ajaran Wahabi bisa mendorong orang untuk melakukan aksi-aksi terorisme. Namun menurut Kyai Siad Aqil, hal ini bukan berarti bahwa Wahabi adalah teroris.

“Saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik. Jadi ajaran Wahabi itu bagi anak-anak muda berbahaya” tutur Said Aqil.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di Indonesia beberapa lembaga atau yayasan pendidikan di Indonesia didanai oleh masyarakat Saudi beraliran Wahabi. Namun meskipun Wahabi adalah aliran Islam yang mendapat legitimasi Pemerintah Arab Saudi, bukan berarti dana Wahabi tersebut adalah dana pemerintah Arab Saudi.

“Beberapa lembaga atau yayasan pendidikan di Indonesia didanai oleh masyarakat Saudi beraliran Wahabi, Ingat, bukan pemerintah Arab Saudi. Dana dari masyarakat membiayai pesantren baru muncul, di antaranya; Asshofwah, Assunnah, Al Fitroh, Annida. Mereka ada di Kebon Nanas, Lenteng Agung, Jakarta, Sukabumi, Bogor, Jember, Surabaya, Cirebon, Lampung dan Mataram” ungkap Ketua PBNU saat ini. 

Said Aqil Siradj: Ajaran Wahabi Mendorong Orang Menjadi Teroris

| 0 komentar


Pemahaman keagamaan radikal sangat berperan dalam melahirkan figur-figur teroris. Bahkan bisa dibilang terorisme hanya mungkin jika pemahaman tersebut hadir. Dari kasus-kasus terorisme bermotifkan agama di Indonesia misalnya, tampak bahwa para teroris telah terinfeksi corak berpikir ektrim sedemikian hingga menganggap bahwa Jihad dalam pengertian perang harus dilaksanakan, orang kafir halal darahnya dan semua hasil peradaban kini adalah setan.

Maka upaya untuk menuntaskan persoalan terorisme, harus juga menyelidiki basis ideologi yang menopangnya, dalam hal ini pemahaman keagamaan seperti apa yang melandasi terorisme.

Dalam sejarah Islam dikenal beberapa sekte pemikiran keagamaan yang bisa dikatakan ekstrim seperti khawarij. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj, ajaran-ajaran Wahabi juga menyimpan benih-benih paradigma radikal dan ekstrim. Bahkan tidak menutup kemungkinan ajaran yang berkembang di Saudi Arab ini melahirkan para teroris.

“Saya tidak pernah mengatakan Wahabi teroris, banyak orang salah paham. Tapi doktrin, ajaran Wahabi bisa, dapat mendorong anak-anak muda menjadi teroris. Karena ketika mereka megatakan tahlilan musyrik, haul dan istighosah bidah, musyrik, dan ini-itu musyrik”. Ungkap Kyai Said Aqil.

“Nah, di hati dan pikiran anak-anak muda, kalau begitu orang NU musyrik, kalau begitu orang tua saya tahlilan musyrik juga, halal darahnya, bisa dibunuh. Kalau seperti itu, tinggal ada keberanian atau tidak, ada kesempatan dan kemampuan atau tidak, nekat dan tega atau tidak. Kalau ada kesempatan, ada keberanian, ada kemampuan, tinggal mengebom saja. Walau ajaran Wahabi sebenarnya mengutuk pengeboman, tidak metolerir, tapi ajaran mereka keras” tambahnya.

Ketua PBNU mencontohkan pesantren Assunnah, Kalisari Jonggrang, Cirebon Kota. Pemimpinnya Salim Bajri, sampai sekarang masih ada, punya santri namanya Syarifudin mengebom masjid Polresta Cirebon, punya santri namanya Ahmad Yusuf dari Losari, mengebom gereja kota di Solo. Ajarannya sih tidak pernah memerintahkan mengebom, tapi bisa mengakibatkan.

Polres Poso Gandeng Warga Antisipasi Terorisme

Minggu, 14 Oktober 2012 | 0 komentar


Kapolres Poso AKBP Eko Santoso yang baru dilantik mengantikan AKBP Pulung Rohmadiyanto mengatakan akan menggandeng masyarakat dalam mengantisipasi aksi-aksi terorisme yang meresahkan warga.

“Kita akan mengoptimalkan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga daerah dengan membentuk forum bantuan keamanan desa (Bankamdes),” kata Eko usai acara serah terima jabatan di Mapolda Sulawesi Tengah di Palu, Sabtu (13/10).

Bantuan keamanan desa itu beranggotakan masyarakat dan selanjutnya bekerja sama dengan pemerintah dan kepolisian untuk bahu-membahu menjaga keamanan Kabupaten Poso.

Mantan Kapolres Banggai Kepulauan ini juga meminta dukungan semua pihak untuk menjaga keamanan di Poso mengingat aksi teror di daerah ini cenderung meningkat. “Kita mohon doa restunya agar bisa menjalankan amanah ini,” katanya.

Untuk menjaga keamanan di Kabupaten Poso, Polri juga bekerja sama dengan aparat TNI dengan melakukan razia di sejumlah lokasi.

Dalam waktu enam pekan terakhir, terjadi dua insiden penembakan warga dan sebuah peledakan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Satu korban bernama Noldy Ambolado, 35, warga Desa Sepe, Kecamatan Lage. Noldy tewas karena kepalanya ditembak dari jarak dekat oleh orang tidak dikenal pada 27 Agustus 2012.

Sementara pada 4 Oktober 2012, Hasman Sao, 27 mengalami luka serius di bagian leher karena ditembak orang misterius.

Belum usai penanganan kasus penembakan dan menangkap pelakunya, pada 9 Oktober 2012, terjadi ledakan bom di sebuah tempat di Kelurahan Kawua, Poso. Saat ini, pelaku teror itu masih dalam pengejaran aparat kepolisian. Situasi di Kabupaten Poso sendiri saat ini kondusif dan warga beraktivitas seperti biasanya.

BNPT: Waspadai Penyebaran Radikalisme Via Internet

| 0 komentar


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, meminta masyarakat mewaspadai upaya penyebaran radikalisme melalui jejaring internet.

“Mereka (kelompok radikal; red) menyebarkan paham-paham radikal, terutama melalui internet, buku-buku,” kata Ansyaad usai pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di Semarang, Jumat, 12 Oktober 2012.

Menurut dia, langkah untuk menanggulangi penyebaran paham radikal melalui internet tidak bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan, melainkan harus dengan langkah persuasif yang juga menggunakan media internet.

“Kita harus masuk di wilayah itu (internet; red), sama-sama di media itu. Kita berkompetisi di situ untuk melakukan counter wacana. Namun, cara yang dilakukan bukan dengan kekerasan, tetapi cara persuasif,” katanya.

Penyebaran paham radikal, kata dia, juga bisa dilakukan lewat garis keturunan atau hubungan keluarga dengan menanamkan rasa kebencian dan permusuhan kepada apa saja yang mereka definisikan sebagai musuh.

Karena itu, ia mengemukakan pentingnya pemberdayaan seluruh komponen masyarakat, antara lain ulama, organisasi kemasyarakatan, dan kepemudaan untuk menangkal dan menanggulangi penyebaran paham radikal.

Ansyaad mengatakan, selama ideologi radikal tidak bisa dihentikan, selama itu pula kemungkinan masih terjadi aksi terorisme.

Gubernur Jateng Bibit Waluyo yang hadir dalam kesempatan itu mengatakan pentingnya melibatkan semua potensi dan kekuatan yang dimiliki untuk mencegah, mengatasi, dan menanggulangi terorisme.

“Tidak hanya tugas polisi, tentara, maupun Badan Intelijen Negara (BIN), mari semua komponen bangsa menggalang kekuatan untuk menanggulangi terorisme. Karena itu, saya apresiasi pengukuhan forum ini (FKPT),” katanya.

Terorisme, kata dia, membuat hidup menjadi tidak nyaman karena selalu dibayangi dengan keresahan, perasaan was-was, dan ancaman, sehingga seluruh komponen masyarakat harus berperan aktif menanggulangi terorisme.

“Kita harus segera bergerak dan berbuat dalam upaya penanggulangan terorisme, mulai dari rumah ke rumah, keluarga antarkeluarga, kemudian melalui organisasi antarkelompok masyarakat,” kata Bibit.

Polisi Tangguhkan Penahanan Buruh Terkait SMS Ancaman Bom

Sabtu, 06 Oktober 2012 | 0 komentar


Jakarta Senyum sumringah Omih (28) mengembang. Di luar Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita Tangerang, ratusan buruh PT PDK, menyambutnya penuh suka cita. Omih pun tak kuasa menahan tangis, meski hanya ditangguhkan penahanannya.

"Omih ditangguhkan penahanannya setelah 9 hari, 2 hari di Polres Tangerang Kota dan seminggu di LP Wanita Tangerang. Kami akan menghormati proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian," ujar Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) Rudi HB Daman, saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (6/10/2012).

Omih sendiri ditahan dengan tuduhan mengirimkan SMS ancaman kepada atasannya karena kesal tidak diberi cuti. Akibat permohonan cuti ini diabaikan oleh perusahaannya anaknya meninggal dunia karena sakit. Adapun isi sms itu 'hati-hati untuk yang di dalam PDK, malam ini sedang dirakit bom untuk meledakkan PDK esok hari'.

Omih dalam perkara ini dikenakan pasal 336 KUHP dan pasal 45 ayat 1 junto 27 dan ayat 4 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yaitu Omih dituduh mengirim SMS yang berisi ancaman.

"Alasan penahanan Omih terlalu lemah, prosesnya terlalu terburu-buru. Kami berharap pada akhirnya Omih dihukum bebas," ungkap Rudi.

Atas dasar itulah, ratusan buruh mendesak penahanan Omih dikabulkan. Turut menjemput penangguhan penahanan ini anggota DPR Ripka Tjiptaning dan Budiman Sudjatmiko. Tampak pula perwakilan dari Komnas HAM.

"Hingga saat ini, Omih masih berstatus sebagai buruh PT PDK beserta ratusan buruh lainnya. Tidak benar jika dibilang telah di PHK," ungkap Budi.

Meski telah ditangguhkan penahannya, Omih masih harus wajib lapor ke kepolisian setiap Senin-Kamis. Namun hal tersebut cukup disyukuri sebab Omih telah bisa kembali berkumpul bersama keluarganya di Kampung Sepatan, Tangerang.

Kapolres Kota Tangerang, Kombes Wahyu Widada belum bisa dihubungi terkait dikabulkannya penangguhan penahanan ini.

Alqaeda Indonesia Incar Mahasiswa Sebagai Kader

| 0 komentar


Kelompok teroris Alqaeda Indonesia mengincar mahasiswa sebagai sasaran rekrutmen anggotanya. Hal ini terungkap saat mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Andi Lala Adi Susilotomo, menyerahkan diri karena dititipi bahan material bom tersangka Wendy Febriangga.

“Masih ada dua mahasiswa lagi yang diduga direkrut Wendy,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli saat ditemui di kantornya, Kamis, 4 Oktober 2012.

Ia menyatakan proses rekrutmen terhadap mahasiswa ini dilakukan di luar kegiatan kampus. Polisi sendiri belum memastikan secara spesifik kegiatan tersebut, termasuk kemungkinan proses rekrutmen melalui pengajian.

Polisi masih mengharapkan para mahasiswa yang merasa terlibat kelompok teroris segera melaporkan diri. Keputusan Andi untuk melapor dan menyerahkan diri, menurut Boy, menjadi iktikad baik yang juga membantu polisi mengungkap jaringan baru Jamaah Islamiyah Noor Din M. Top. “Harap segera melapor seperti Andi,” saran Boy.

Ia juga menyatakan, para orang tua hendaknya lebih memperhatikan setiap kegiatan anaknya di sekolah dan universitas. Kelompok Alqaeda sendiri memang memiliki beberapa anggota yang masih muda, salah satunya Fajar Novianto yang masih berumur 18 tahun.

Wendy adalah tersangka yang ditangkap pada Kamis, 27 September 2012, sekitar pukul 11.00 di Pantoloan, Palu, Sulawesi Tengah. Dalam kelompok pimpinan Baderi Hartono ini, ia berperan untuk merakit bom, merekrut anggota, dan ikut pelatihan militer di Poso.

Kelompok Alqaeda Indonesia terungkap setelah pemimpinnya yang juga ahli merakit bom, Baderi Hartono, ditangkap di Solo pada 22 September lalu. Polisi kemudian menangkap sekitar 11 orang yang diduga anggota kelompok di Solo, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah.

Bhinneka Tunggal Ika Bukan Sekedar Slogan

| 0 komentar


Maraknya tawuran di Jakarta saat ini menunjukkan rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar. Kalimat ‘Bhinneka Tunggal Ika’ dalam Pancasila semestinya tidak sekadar slogan, tapi harus diterapkan agar perdamaian dan kenyamanan di masyarakat terjamin.

“Bhinneka Tunggal Ika inilah yang perlu kita jaga, tidak hanya slogan dan ucapan, tapi juga tindakan sehari-harinya. Segala sesuatu yang besar dimulai dari perbuatan kecil, sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit, ketenangan kota Jakarta banyak tergantung pada lingkungan kecil,” ujar Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Hal itu disampaikannya saat memberi sambutan dalam Deklarasi Sekolah Damai yang diselenggarakan Badan Pengelola Sekolah (BPS) Labschool dengan Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (YP UNJ), di auditorium Labschool, Jalan Raya Pemuda, Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur, Kamis (4/10/2012).

Pria yang biasa disapa Foke ini menuturkan kedamaian akan tercipta ketika warganya mempunyai semangat berkerja keras menciptakan kedamaian. Lebih lanjut ia mengapresiasi langkah-langkah deklarasi damai pada hari ini.

“Damai hanya mungkin tercipta kalau warga Jakarta punya semangat untuk bekerja keras menciptakan kedamaian di lingkungan masing-masing. Langkah pada deklarasi hari ini, mudahan langkah menentukan dalam memelihara damai di kota Jakarta,” tuturnya.

Dia menjelaskan kalau setiap komunitas dapat menjaga kedamaian seperti di lingkungan sekolah, lingkungan Rukun Tetangga (RT) dan lingkungan profesi, potensi konflik dapat dicegah.

“Saya yakin kedamaian di Jakarta dan pelosok tanah air akan tercipta dengan mudah. Kalau komunitas tidak pentingkan suasana damai, maka negara besar akan menemui masalah baru yaitu kesatuan bangsa,” jelasnya.

Pancasila Alat Pemersatu Bangsa

Selasa, 02 Oktober 2012 | 0 komentar


Indonesia dibangun di atas pondasi keberagaman suku, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Meskipun berbeda, namun tetap bersatu dalam naungan Negara Kesatuan Repubklik Indonesia (NKRI). Hal tersebut merupakan bukti nyata bahwa para pendiri bangsa betul-betul telah memikirkan alat perekat yang bisa mempersatukan perbedaan itu.

Pancasila sebagai ideologi bangsa telah menjadi alat pemersatu bangsa yang cukup teruji. Ia melindungi dan mengayomi semua warga negara, tanpa membedakan suku, pulau, budaya, dan agamanya. Namun demikian, ada juga kelompok yang berusaha merongrong Pancasila.

Mantan Wakil Presiden, Try Sutrisno mengatakan, pengalaman menunjukkan bangsa Indonesia selalu mendapat serangan dari pihak lain yang ingin merusak Pancasila. Namun bangsa Indonesia terus bersatu dan kokoh dan harus tetap memelihara Pancasila.

“Dengan memperingati Hari Kesaktian Pancasila setiap 1 Oktober, merupakan salah satu bentuk pemeliharaan dan pelestarian,” kata Try Sutrisno, saat membuka diskusi peringatan Hari Kesaktian Pancasila, di Sasono Langen Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, Senin (1/10/2012).

Sebagai generasi tua, lanjut Try Sutrisno, Gerakan Pemantapan Pancasila (GPP), memiliki tanggung jawab moral untuk mewariskan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila. Mengajak generasi muda untuk mengkaji ulang Pancasila setelah UUD 1945 diamandemen. “Setelah adanya amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali pada 1998-2002, maka UUD Negara Republik Indonesia 1945 sudah semakin kurang dari jiwa Pancasila,” katanya.

Ia mencontohkan, perekonomian Indonesia yang sebelumnya berlandaskan kerakyatan dan gotong-royong sudah bergeser menjadi ekonomi pasar bebas yang kurang sejalan dengan tujuan negara Indonesia.

Jika Pancasila tidak segera dikaji ulang maka dikhawatirkan maka bangsa Indonesia akan semakin jauh dari cita-cita pendiri bangsa. Yakni untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan makmur serta tujuan negara Indonesia untuk mensejahterakan rakyat.

Sementara itu, Mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi mengatakan, saat ini nilai-nilai yang tumbuh di tengah bangsa Indonesia sudah bergeser jauh. “Kita harus sadar bahwa Pancasila harus ditegakkan. Penegakan itu tidak cukup hanya dengan orasi, tapi harus integrated di tengah bangsa Indonesia,” katanya.

Integrasi yang dimaksud adalah meliputi UUD 1945 yang merupakan institusionalisasi dari semua UU yang berlaku di Indonesia. UUD 1945 tidak boleh sampai merusak roh Pancasila, dalam pembukaan UUD 1945 adalah universalitas. “Ibarat pohon, makanan berasal dari sumber yang diserap ke atas melalui batang. Maka UUD 1945, batang tubuh merupakan badan yang memproses nilai-nilai bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Nasir Abbas: Bukan Hanya Keluarga Teroris, Bibit Terorisme Bisa Muncul dari Keluarga Korban

| 0 komentar


Mantan pentolan kelompok Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, yang dituding berada di balik peristiwa Bom Bali 2 yang terjadi 1 Oktober 2005, hadir dalam peringatan peristiwa tersebut Senin, 1 Oktober 2012. Kehadirannya sebagai upaya rekonsiliasi agar antara keluarga korban dan pelaku tidak terjadi dendam yang berkelanjutan. Nassir mengungkapkan bibit-bibit terorisme tidak hanya bisa muncul dari keluarga pelaku, namun dari keluarga korban yang menyimpan dendam pun mungkin terjadi. Untuk itu perlu adanya wadah untuk berbicara bersama antara keluarga korban dan pelaku.

Dalam kesempatan itu pula Nassir mengadakan diskusi dengan keluarga korban dan pelajar. Yang didiskusikan adalah bagaimana upaya deradikalisasi terorisme. Ia juga meminta pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bersama-sama memperhatikan nasib para keluarga korban bom karena banyak dari mereka yang menanggung beban cukup berat setelah ditinggal kepala keluarga.

Upacara peringatan berlangsung hidmat, tidak hanya dihadiri oleh keluarga korban Bom Bali 2, namun dihadiri pula oleh keluarga korban Bom Bali 1. Acara diwarnai dengan tabur bunga di pantai Jimbaran lokasi ledakan. Selain tabur bunga, peringatan 7 tahun Bom Bali 2 ini digelar berbagai kegiatan di Nyoman Cafe dari pagi hingga sore.

Sumber: Kompas.com

Banyaknya Mentor Spiritual Jadikan Solo Basis Teroris

| 0 komentar


Sejauh ini polisi telah menangkap sembilan pelaku teror terkait jaringan Solo. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut Solo menjadi basis para teroris karena masih banyak mentor spiritual di kota tersebut.

“Tapi yang jelas disitu masih banyak mentor-mentor spiritualnya yang ngajarin mereka begitu,” ujar Kepala BNPT Ansyaad Mbai.

Ansyaad mengatakan mentor-mentor spritual tersebut telah mengajarkan sejumlah hal dengan menyebut negera Indonesia kafir dan thogut. Ansyaad tidak menyebut secara spesifik dimana mentor-mentor tersebut masih berada.

“Ya dimana-mana. Itu yang mereka tanamkan paham-paham radikal itu, menamakan negara ini thogut, negara sana kafir,” imbuhnya.

Ansyaad menyebut anggota jaringan Al qaedah Indonesi berjumlah sekitar 50 orang. Organisasi tersebut memiliki basis di Poso.

“9 angkatan di Poso, 5 angkatan di Sulsel,” paparnya.

Sebelumnya, polri telah melakukan penahanan dan penetapan status tersangka terhadap sembilan orang teroris terkait aksi teror di Solo dan pelatihan bersenjata di Poso, Sulawesi Tengah. Kesembilan tersangka tersebut yakni, Badri Hartono, Rudi Kurnia Putra, Kamidi, Barkah Nawah Saputra, Triyatno, Arif Pamungkas, Joko Priyanto alias Joko Jihat, Wendi alias Hasan dan Fajar Novianto.

Namun, tersangka Fajar Novianto (18) yang masih berstatus pelajar tidak dijerat dengan UU terorisme.

Memperberat Hukuman Tak Cukup Efektif Memberantas Terorisme

Senin, 01 Oktober 2012 | 0 komentar


Di era reformasi dan sistem demokratisasi sekarang, masyarakat memiliki kebebasan luar biasa. Mereka bisa menyampaikan pendapat kapan pun dan dimana pun. Bahkan masyakat bisa mengekspresikan dirinya secara bebas hingga melakukan tindakan melanggar hukum. Saking bebasnya, sebagian masyarakat atau kelompok tertentu tega melakukan aksi kekerasan dan menteror terhadap orang lain. Dengan kata lain, di era terbuka masyarakat semakin percaya diri berbuat anarkis bahkan aksi terorisme.
Kriminolog Universitas Indonesia, Prof Dr Adrianus Meliala, menilai fenomena tersebut bukan karena hukum  di Indonesia lemah. Sebab berdasarkan pengalaman beberapa negara maraknya aksi kekerasan dan terorisme tak terkait dengan lemahnya hukum dan ringannya hukuman yang berlaku.

“Saya kira soal hukum dari pengalaman mancanegara itu non-isu. Artinya tidak ada suatu negara yang hukumnya ringan maka masyarakatnya marak berbuat terorisme, sedangkan negara yang hukumnya berat tidak ada terorisme. Berat dan ringannya negara dari segi hukum tidak mempengaruhi konteks aksi terorisme,” kata Adrianus beberapa waktu lalu.

Ia menegaskan langkah memperberat hukuman bagi pelaku teror tak begitu efektif untuk mencegah terorisme. Menurut berbagai pengalaman sejumlah negara ternyata hukum tidak mampu menangkal seseorang untuk tidak berbuat terorisme. Misalnya di Pakistan pelaku terorisme yang tertangkap diancam langsung dengan hukum mati. Namun dalam faktanya beratnya hukuman tidak mampu membuat seseorang berhenti untuk tidak menjadi teroris.

“Sekarang ada harapan dari pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Antiterorisme dengan meningkatkan ancaman hukumannya. Saya yakin itu tidak mampu menekan terorisme karena pelaku terorisme tidak mungkin memilih dan membaca UU dulu sebelum beraksi. Pendekatan hukum saja tidak cukup,” ungkap dia.

Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI ini menyatakan, untuk memberantas terorisme perlu ada pembagian tugas antar elemen pemerintah dan masyarakat. Misalnya aparat kepolisian menangani kelompok atau individu yang sudah radikal, memiliki akses senjata dan bahan peledak, dan siap melakukan aksi teror. Namun untuk massa yang mengetahui Islam secara parsial menjadi tugas masyarakat sipil. “Sekarang bagaimana semua elemen dengan cara masing-masing membantu agar masyarakat tidak radikal,” ucapnya.

Adrianus menilai pencegahan terorisme yang dilakukan oleh pemerintah belum maksimal. Sekarang ketika seseorang bicara deradikalisasi lebih banyak di pidato, seminar dan makalah, tapi langkah nyatanya belum ada.

“Namun untung meski agak terlambat pemerintah mengubah BKPT menjadi BNPT. Meski sudah menjadi BNPT tapi proses perkembanganya amat lambat misalnya sekarang belum ada personil, anggaran, dan SOP. Bahkan belum jelas apakah BNPT mau menjadi regulator, fasilitator atau operator. Mereka masih ribet dengan urusan sendiri dan belum mulai menghandle masalah terorisme,” pungkasnya.

Menag: Film Kekerasan Picu Tawuran Pelajar

| 0 komentar


Salah satu penyebab tawuran antarpelajar, yang akhir-akhir ini menjadi tren di Indonesia sampai menimbulkan korban jiwa, yakni film-film kekerasan yang sering ditayangkan. Pendapat tersebut dilontarkan oleh Menteri Agama Suryadharma Ali.

“Film-film keras bisa menginspirasi anak-anak untuk tawuran. Banyak hal yang harus dikoreksi,” kata Suryadharma Ali.

Faktor lain yang memicu tawuran pelajar, menurut dia, yakni minuman keras (miras) dan narkoba serta ketiadaan sarana prasarana bagi pelajar untuk mengekspresikan minat dan bakat mereka. Dia mencontohkan, ketiadaan sarana olahraga. “Ketiadaan ruang olahraga juga menjadi pemicu tawuran,” katanya.

Untuk meminimalisasi ini, menurut dia, harus dilakukan pendekatan melalui orang terdekat, seperti orang tua dan guru. Bahkan, guru harus lebih sering merazia dengan memeriksa barang tajam, obat terlarang, dan miras.

“Jika kedapatan, harus mendapat sanksi tegas yakni dikeluarkan,” katanya.

Dalam sepekan terakhir, dua pelajar meregang nyawa akibat tawuran antarpelajar di Jakarta. Alwi Yusianto Putra, siswa kelas X SMA Negeri 6, menjadi korban tawuran dengan para pelajar di SMA Negeri 70, Senin, 24 September 2012. Sedangkan Deni Yanuar tewas dalam tawuran di Jalan Dr Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan, Rabu siang, 26 September 2012.

Sumber: Tempo.co

Jangan Manfaatkan Agama Demi Kepuasan Nafsu

| 0 komentar


Wakil Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri mengaku prihatin dengan sejumlah kelompok yang kerap memanfaatkan agama demi kepuasan nafsu politiknya. Selain mencoreng citra agama, sikap ini merupakan cermin ketidakmampuan mengenali Tuhannya.

Kiai yang akrab dipanggil Gus Mus ini berpendapat, mengikutsertakan agama untuk kepentingan tertentu, seperti kampanye politik adalah tindakan berlebihan. “Gusti Allah kok diajak kampanye. Kalau nggak bisa berpolitik, ya nggak usah berpolitik lah,” pintanya saat berceramah pada peringatan seribu hari wafatnya Gus Dur di Jakarta, Kamis malam, (27/9).

Menurut dia, perilaku keberagamaan harus ditunjukkan secara sederhana dan bijaksana. Tak cukup mengandalkan semangat mencintai Allah, tanpa disertai pengenalan secara mendalam tentang Allah.

“Kita lihat kembali, Allah itu apa? Jangan-jangan kita Allahu Akbar Allahu Akbar tapi nggak tahu Allah itu segede apa. Atau jangan-jangan kita selalu bilang Allahu Akbar tapi pikiran kita sama sekali tidak ke Allah,” tegasnya.

Bagi Gus Mus, mencintai Allah tanpa mengenalinya hanya berbuntut pengagungan pendapat sendiri. Akibatnya, yang bersangkutan menganggap perlu mengadakan pembelaan kepada Tuhan, termasuk dengan jalan kekerasan. “Lha wong agama kok dibuat ngerusak. Itu kan aneh bin ajaib. Gusti Allah itu ar-Rahman, ar-Rahim, al-Lathif. Lha kok ngerusakan, iku piye?” tuturnya.

Sumber: NU Online
 
© Copyright 2010-2011 TANAH KHATULISTIWA All Rights Reserved.
Template Design by Purjianto | Published by script blogger | Powered by Blogger.com.