Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........Damai Itu Indah..........

Perampok Pegadaian Samarinda Diduga Jaringan Teroris

Minggu, 10 Februari 2013 | 0 komentar


Muncul dugaan bahwa perampokan yang terjadi di Kantor Pegadaian Syariah, Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Kalimantan Timur pada Senin (4/2/2013) dilakukan oleh jaringan teroris.

Dari hasil audit internal Pegadaian Syariah, para perampok bersenjata api berhasil menggondol uang tunai Rp 15 juta, 12 kilogram emas batangan, dan perhiasan. Pegadaian menyerahkan rincian barang yang hilang secara tertulis kemarin kepada kepolisian. Kerugian yang diderita sebesar Rp 6,7 miliar.

Kasat Reskrim Polresta Samarinda Kompol Feby DP Hutagalung mengatakan, hingga saat ini sudah lima saksi diperiksa. Mulai pegawai Pegadaian Syariah dan nasabah.

Menurut keterangan para saksi, sebelum kejadian seorang nasabah sedang bertransaksi ketika perampokan terjadi. Kepolisian sedang menyelidiki secara global apakah aksi ini berkaitan dengan jaringan teroris atau bukan.

Feby mengatakan, penyelidikan melibatkan tim gabungan dari Polda, Polres, dan Polsek. Semua dipantau Mabes Polri . Dugaan perampok adalah kelompok profesional semakin kuat. Ini ditilik dari modus para penyamun yang beraksi pada siang hari ketika jam padat nasabah dan diduga membawa senjata api.

“Segala kemungkinan ditelusuri. Bukan tidak mungkin mereka bagian dari jaringan teroris. Perampokan ini direncanakan dengan matang. Para pelaku telah meneliti seberapa besar peluang mereka. Boleh jadi pelaku tidak sekali ini saja beraksi,” jelas Feby.

Dalam jaringan teroris, perampokan diperbolehkan dalam rangka penggalangan dana untuk membiayai kegiatan teror. Mereka menyebut aktivitas ini sebagai fai’.

Jika ditelusuri, wilayah Kalimantan Timur pernah menjadi tempat persembunyian teroris. Faisal dan Yuardi, dua teroris yang terlibat penembakan polisi di KCP BCA Palu pada Mei 2011, ditangkap oleh Tim Densus 88 Antiteror di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sumber: kaltimpost.co.id

Situs yang Menyebarkan Hate Speech Harus Ditutup

| 0 komentar



Internet merupakan media yang sangat efektif menyampaikan gagasan. Bahkan internet seringkali dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab, seperti melakukan ideologisasi radikal dan lain sebagainya.

Dalam riset Andika Hendra Mustaqim, yang berjudul “Analisis Rubrikasi Media Online dan Pangaruhnya Membendung dan Menyebarkan Perkembangan Ideologi Radikalisme dan Terorisme” mencatat, ada beberapa media online yang ia kategorikan sebagai media radikal. Media tersebut antara lain: Arrahma.com dan Voa-islam.com.

Menurut hasil penelitian dia, media-media tersebut kerap mengampayekan paham-paham radikal dan memuat tulisan yang berbau provokasi. Keberadaan media-media seperti ini dinilai sangat membahayakan generasi muda. Tak heran kemudian, banyak tokoh yang mendesak agar situs-situs yang melanggar ketentuan hate speech untuk dibubarkan.

Media komunikasi melalui internet adalah salah satu alat propaganda yang efektif dilakukan oleh kelompok teroris di Indonesia. Karena itu, banyak kalangan yang mendesak Kementerian  Komunikasi dan Informasi (Kominfo) agar segera menutup situs-situs internet yang sengaja mengarah pada propaganda radikal.

Nabi Diutus untuk Menyempurnakan Akhlak, Bukan Takwa

Rabu, 06 Februari 2013 | 0 komentar


Direktur Pais Dirjen Pendis Kementerian Agama RI, Dr. Amin Haedari, M.Pd mengatakan, Rasulullah SAW  diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia di alam semesta ini. Karena itu, hal pertama yang dibenahi oleh Nabi adalah akhlak.

“Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, bukan untuk menyempurnakan takwa. Jadi intinya, Islam itu adalah akhlak,” kata Amin di Jakarta.

Menurut Amin, Allah SWT mengutus Nabi untuk membenahi akhlak jahiliyah, baru kemudian bicara tentang ketakwaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa intisari dari takwa itu adalah akhlak itu sendiri. Menurut dia, semakin bagus takwa seseorang, maka akhlaknya semakin bagus.

“Akhlak itu meliputi akhlak sesama manusia, akhlak terhadap alam semesta, akhlak pada maha mencipta,” demikian Direktur Pais Dirjen Pendis Kemenag ini menjelaskan.

Kaitannya dengan kekerasan yang kerap menggunakan agama sebagai legitimasi, Amin menegaskan, bahwa Islam tidak mengajarkan hal tersebut. Menurut Amin, Nabi telah memberikan tauladan bagi umat manusia bagaimana cara memperlakukan mereka yang berbeda pandangan.

“Nabi memberi tauladan bagai kita bagaimana memperlakukan sesama manusia, bahkan akhlak dengan alam semesta. Kita dalam kaitan dengan akhlak ini tidak saja terkait dengan yang masih hidup,” ungkapnya.

Tawuran Merupakan Benih Radikalisme

| 0 komentar


Perkelahian masal yang melibatkan remaja ataupun pelajar sekolah bisa menjadi benih radikalisme. Pasalnya para pelaku tawuran menyukai kekerasan sebagai cara untuk menemukan jati dirinya ataupun alasan lain. Sementara radikalisme menghalalkan kekerasan untuk mewujudkan misa tertentu.

Pandangan itu dikemukan oleh Masran, aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor NU Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang. Gerakan Pemuda (GP) Ansor menggelar dialog bertema “Membumikan Solidaritas Sosial” di Majelis Ta’lim Raudatul Mualimin, Kecamatan Jatiuwung, baru-baru ini.

Dalam sambutannya sebagai ketua panitia pelaksana acara, Masran, mengatakan tawuran antarremaja bisa menjadi bibit radikalisme. Karena itu perlu diadakan dialog untuk siswa maupun pendidiknya.

Menurut dia, acara tersebut digelar untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme di kalangan pemuda dan masyarakat yang berujung pada terorisme. Ia berharap, kegiatan ini dapat memberikan pemahaman yang utuh kepada para aktivis Ormas mengenai bahaya radikalisme sehingga meningkatkan kewaspadaan mereka atas proses radikalisasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu.

“Radikalisme pada akhirnya akan menghancurkan tatanan solidaritas sosial sebagai bangsa yang selama ini sudah terawat dengan utuh. Untuk itu perlu pencegahan yang dimulai lewat dialog,” ujarnya

Dialog diikuti sekitar 150 peserta yang merupakan anggota berbagai Ormas di Kota Tangerang, dengan  narasumber Akademisi dari UIN Syarif Hidaytaullah Jakarta, Dr. Syihabudin Nur, Kepala Biro Data Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Pusat H Abu Rabani Abdulah, dan tokoh masyarakat Kota Tangerang KH. Arif Hidayat.

Dr. Sihabudin Nur mengatakan, pencegahan terhadap faham radikalisme perlu dilakukan sejak dini sehingga mematahkan potensi berkembangnya gerakan terorisme. “Upaya ini dapat berjalan dengan penyampaian informasi yang tepat dan penguatan kepada masyarakat, sehingga mereka dapat berpartisipasi di dalamnya,” katanya. 

Program TOLAK Untuk Kampanye Anti-Kekerasan

Selasa, 05 Februari 2013 | 0 komentar


Maarif Institute for Culture and Humanity, LSM yang dibina oleh Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Syafii Ma’arif, menginisiasi program generasi TOLAK atau kependekan dari Toleran dan Anti-Kekerasan.

Direktur Eksekutif Maarif Institute, Fajar Riza Ul Haq, menjelaskan, untuk mewujudkan program tersebut pihaknya menggunakan media film untuk menyebarkan pesan-pesan antikekerasan. “Kami menjangkau penonton kalangan pelajar dan mahasiswa, karena mereka lah yang paling rentan menjadi sasaran kelompok-kelompok radikal,” jelasnya seperti dilansir laman Tribunnews Jogja.

Program TOLAK diimplementasikan dengan cara road show pemutaran film “Mata Tertutup” di 10 kota besar di Pulau Jawa. Hari ini Selasa (O5/02/2013), pemutaran dan diskusi film tersebut digelar di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

Sementara Manajer Program Islam dan Media Maarif Institute, Khelmy K Pribadi, berharap, program TOLAK ini bisa menggugah semakin banyak anak muda untuk selalu kritis dan waspada terhadap penetrasi pemahaman kelompok-kelompok radikal.

Selain itu, mereka juga diharapkan bisa mengampanyekan semangat antikekerasan di lingkungannya masing-masing.

“Kami juga berharap, pemuda bisa secara kreatif merespon setiap perkembangan terbaru secara arif dan tidak terjebak kepada pandangan picik fundamentalisme dan atau bahkan terjerumus ke lembah radikalisme agama yang fatalistik,” tandasnya.

“Mata Tertutup” diproduksi oleh Maarif Institute bekerjasama dengan SET Workshop dan disutradarai oleh Garin Nugroho. Film ini berkisah tentang wajah kehidupan keberagamaan dan kebangsaan Indonesia yang sedang dirongrong oleh tafsir-tafsir keagamaan yang hitam- putih dan menghalalkan kekerasan dalam mencapai tujuannya. Film ini pertama kali diluncurkan di Jakarta pada 27 Oktober 2011.

Salah satu penggalan film ini mengisahkan sosok Rima, seorang aktivis mahasiswi labil yang sedang dalam pencarian identitasnya. Ia gemar membaca karya-karya novelis Nawal El Sadawi yang bernuansa feminis dan tulisan-tulisan Goenawan Muhammad yang inspiratif. Namun kegamangannya atas kondisi bangsa, justru membuatnya terjebak pada jaringan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah IX.

Rima bertugas merekrut sebanyak mungkin anggota dan menggalang dana sebesar mungkin dengan cara apa pun. Namun di akhir kisah, Rima menyadari bahwa NII KW IX telah membuat hidupnya berantakan.

Hacker Penggalang Dana Teroris Divonis 8 Tahun

| 0 komentar


Terdakwa kasus terorisme Cahya Fitrianta (26), dijatuhi hukuman selama 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang diketuai Erlita S Ginting, Selasa (5/2/2013). Cahya adalah peretas (hacker) situs Multi Level Marketing (MLM) online untuk mendanai kegiatan terorisme.

“Dengan ini majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa karena terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda uang Rp. 500 juta subsidi 5 bulan penjara yang akan dikurangkan seluruhnya dengan masa tahanan terdakwa,” kata Erlita.

Erlita mengatakan, Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal berlapis yakni pasal 15 juncto 11 perpu no 1 tahun 2002/ yang disahkan menjadi undang-undang no.15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dan pasal 3 undang-undang nomor 8 tahun 2010 terkait pencucian uang.

“Selain pemukatan jahat, terdakwa terbukti melakukan pencucian uang yang didapat dari hasil membajak situs www.speedline.com yang hasilnya digunakan terdakwa untuk membiayai pelatihan militer bersenjata di Poso,” ujar Erlita.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Sebelumnya, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suroyo, terdakwa yang sudah ditahan sejak 22 maret 2012 itu dituntut hukuman 12 tahun, denda Rp 2 miliar dan subsider kurungan 6 bulan.

Seusai persidangan, JPU menyatakan banding atas putusan ketua hakim. “Ada pasal yang terbukti yaitu pasal ITE, terdakwa terbukti melanggar UU ITE, dan menurut hakim tidak tebukti. Itu yang menjadi pertimbangan kami untuk mengajukan banding,” ujar Suroyo di luar ruang persidangan, Selasa.

Sementara kuasa hukum terdakwa, Farid Ghozali mengaku pikir-pikir dengan putusan hakim. Menurutnya dakwaan 1 hingga dakwaan 3 soal aksi terorisme tidak terbukti.

“Ini tidak terbukti, aksinya apa? Pembunuhan di BCA Palu tidak, latihan militer juga tidak ada buktinya,” katanya.

Sementara, lanjut Farid, untuk uang hasil meretas situs MLM tidak diperuntukan untuk aksi teroris Poso, akan tetapi dananya diperuntukan untuk keperluan di Afghanistan.

Cahya merupakan anggota kelompok teroris peretas yang dipimpin oleh Rizky Gunawan alias Ronny, seorang sarjana di bidang komputer lulusan sebuah universitas di kawasan Jakarta Barat. Cahya ditangkap pada 17 Maret 2012 di sebuah hotel di Jalan Dewi Sartika, Bandung.

Atas perbuatannya, Cahya dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 15 jo 11 perpu no 1 Tahun 2002 disahkan jadi UU no 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan teroris, Pasal 3 UU no 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Pasal 30 ayat 3 UU no 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Radikalisme dan Terorisme sebagai Diskoneksi Idealitas dan Realitas Islam

Senin, 04 Februari 2013 | 0 komentar


Fenemona radikalisme dan terorisme yang menjangkiti dunia Islam, khususnya di Indonesia, merupakan sinyal agar refleksi keberislaman segera dilakukan. Menurut Direktur MMS (Moderat Moslem Society), Zuhairi Misrawi radikalisme dan terorisme Islam menampakkan diskoneksi atau keterputusan antara ajaran Islam dengan praktek keberislaman umatnya.

“Radikalisme Islam dalam realitas kehidupan masyarakat di negeri ini menjadi persoalan serius. Karena ada diskoneksitas, keterputusan antara ajaran Islam yang mulia dengan tindakan atau sikap keberagamaan umatnya” tutur Zuhairi Misrawi.

Menurut Zuhairi Misrawi, Islam sangat menggarisbawahi kasih sayang. Ia mencontohkan bahwa setiap kali memulai pekerjaan umat Islam diharuskan membaca basmalah. Esensi dari doa ini tidak lain adalah kasih sayang, toleransi, dan persaudaraan.

“Untuk hal yang sesederhana ini, kita dengan mudah mengucapkan (basmalah) tetapi begitu susah diimplementasikan dalam kehidupan nyata” kata Zuhairi.

Zuhairi menambahkan adanya diskoneksi antara realitas dan idealitas keberislaman menunjukkan bahwa pengajaran dan pendidikan Islam kurang memadai atau mencerahkan. 

Teroris Pasti Radikal secara Pemikiran dan Tindakan

| 0 komentar


Radikalisme dan terorisme agama dalam bahasa Karen Amstrong merupakan tantangan terbesar umat beragama pada abad ini. Demikian juga dalam dunia Islam, khususnya di Indonesia di mana kedua fenomena horor ini masih sering menampakkan diri.

Berbicara terorisme tidak bisa dilepaskan dari radikalisme. Namun ketika berbicara radikalisme belum tentu bisa dikaitkan dengan terorisme. Meskipun demikian banyak pakar melihat kedua fenomena ini sangat intim antara satu dengan yang lainnya.

Menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak, dalam gerakan Islam radikalisme bisa dibagi menjadi dua. Yang pertama radikalisme yang lebih berfokus pada pemikiran dan kedua adalah radikalisme pada tindakan.

“Radikalisme itu ada berbagai macam perspektif dalam gerakan Islam. ada radikalisme yang lebih berfokus pada gerakan pemikiran dan ada radikalisme yang menjurus pada tindakan yang ujung-ujungnya kekerasan” ungkap Zaki Mubarak.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah mencontohkan organisasi Islam yang masuk dalam kategori radikal secara pemikiran adalah Hizbu Tahrir Indonesia. Sementara yang masuk dalam kategori kedua adalah Front Pembela Islam.

“Beberapa kelompok misalnya FPI, para pengamat menganggapnya radikal, tapi radikal dari segi tindakan bukan pemikiran. Pemikiran mereka konservatif. FPI suka solawatan, yasinan, ziarah kubur dsb. Di sisi lain ada kelompok yang namanya HTI. Pemikirannya sangat radikal. Dia mengatakan seluruh sistem ideologi apapun selain Islam, semuanya kufur. Sehingga misalnya menolak konsep negara nasional NKRI dan konstitusi selain al Qur’an. Tetapi berbeda dengan FPI, mereka mengembangkan diri dengan cara yang lebih moderat dalam hal tindakan-tindakan. Artinya kampaye atau aksi protes terhadap penguasa dilakukan dengan cara-cara damai, tidak anarkis” Dedah Zaki Mbarak.

Adapun tentang terorisme Zaki Mubarak berpendapat bahwa seorang teroris pasti radikal secara pemikiran dan tindakan.

“Saya kira umumnya teroris itu radikal baik secara pemikiran dan tindakan. Kalau kita lihat al Qaeda dan JI, ideologinya seperti HTI. Mereka menghendaki khilafah islamiyyah, negara Islam dan yang selain itu dianggap kufur. Tetapi cara perjuangannya berbeda dengan HTI. Karena mereka menterjemahkan situasi sekarang sebagai darul harb yang front pertempurannya tidak hanya di Afganistan atau Irak, tetapi di semua wilayah di dunia ini”.

Malala Masuk Bursa Calon Peraih Nobel Perdamaian

Minggu, 03 Februari 2013 | 0 komentar


Remaja aktivis Malala Yousafzai masuk dalam bursa calon peraih Nobel Perdamaian 2013. Malala adalah gadis Pakistan berusia 14 tahun yang ditembak Taliban pada Oktober tahun lalu karena usahanya dalam memperjuangkan dan memajukan hak perempuan dalam bidang pendidikan.

Pencalonan nama-nama kandidat peraih Nobel Perdamaian dilakukan pada Jumat 1 Februari 2013 kemarin. Selain Malala, sejumlah aktivis blok Komunis masa perang dingin masuk nominasi. Peraih penghargaan ini sendiri akan diumumkan pada Oktober mendatang.

“Penghargaan untuk Malala bukan hanya tepat waktu dan pas untuk meraih penghargaan hak asasi manusia dan demokrasi, tapi juga akan membuat anak-anak dan pendidikan berada pada agenda perdamaian dan konflik,” kata kepala Peace Research Institute of Oslo, Kristian Berg Harpviken, dalam pengumuman para nomine, di Oslo, Norwegia.

Malala, lahir pada 12 Juli 1997, adalah seorang siswi yang berasal dari Kota Mingora, Kabupaten Swat, Provinsi Khyber-Pakhtunkhwa, Pakistan. Ia merupakan seorang aktivis muda yang ingin memperjuangkan dan memajukan hak wanita dalam bidang pendidikan.

Gadis ini tinggal dan bersekolah di lingkungan yang dikuasai Taliban, kelompok militan yang ingin menerapkan hukum syariat di Pakistan. Taliban melarang perempuan bersekolah. Mereka bahkan memaksa agar sekolah-sekolah perempuan ditutup. Jika tidak, mereka akan menghancurkan sekolah-sekolah tersebut. Hal ini menarik Malala untuk memperjuangkan hak pendidikan para perempuan.

Pada 9 Oktober 2012, Taliban melakukan serangan terhadap Malala. Dia ditembak. Upaya pembunuhan ini dilakukan Taliban saat Malala berada dalam sebuah bus. Dia terkena tembakan di bagian kepala dan leher. Namun, nyawa Malala bisa diselamatkan. 

Sumber: Tempo.co

Kyai Sahal Mahfudh: Wahabi Tidak Cocok dengan Indonesia

| 0 komentar


Fenomena radikalisme Islam yang belakangan ini kerap mempopulerkan aksi-aksinya kerap diasosiasikan dengan Wahabisme. Wahabisme yang didirikan oleh Muhammad ibn Abdul Wahab ibn Sulaiman al-Najdi pada abad ke-18. Banyak kalangan menilai salah satu sekte dalam Islam ini berpaham keras dan tidak menolerir segala sesuatu di luar al Qur’an dan as Sunnah.

Terkait dengan kehadiran Wahabisme di Indonesia yang perkembangannya cukup massif, Rais Aam Syuriah Nahdlatul Ulama Kiai Haji Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh mengatakan bahwa paham keIslaman yang berpusat di Arab Saudi ini tidak cocok untuk Indonesia

“Wahabi itu tidak cocok dengan Indonesia, karena Wahabi hanya mengenal Al-Quran dan sunah. Yang tidak ada dalam Al-Quran dan sunah dianggap sesat” ungkap Kyai Sahal

Pandangan Kyai Sahal didasarkan pada fakta bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, budaya dan agama. Faktor pluralitas inilah yang akan menyulitkan muslim Indonsia dalam berbagai hal jika berpaham keIslaman Wahabi.

“Kalau ini diterapkan di Indonesia, tidak cocok. Kita majemuk, kaya budaya dan tradisi. Sepanjang tidak bertentangan, meski tidak disebut di dalam Al-Quran atau sunah, tidak apa-apa” tambah Kyai Sahal. 

Sosialisasi Bahaya Terorisme Lewat Film Dinilai Efektif

| 0 komentar


Film merupakan media yang cukup efektif untuk menyampaikan gagasan pada publik. Hal tersebut menjadi salah satu alasan Maarif Institute menggarap film “Mata Tertutup” untuk mensosialisasikan bahaya laten terorisme lewat film.

Sasaran pemutaran film ini, lanjut Fajar, adalah anak muda agar mereka mengenal dan waspada dengan keberadaan dan jaringan organisasi berbahaya. “Film ini mengangkat kisah nyata sejumlah korban yang direkrut menjadi anggota Negara Islam Indonesia (NII) dengan tujuan mendirikan negara Islam. Ini upaya preventif untuk menyadarkan anak muda agar tak terjerumus gerakan berbahaya,” kata Fajar pada Lazuardi Birru.

Fajar yakin, lewat film ini, pihaknya bisa memberikan pesan kepada generasi muda bahwa telah banyak orang yang sudah menjadi korban dari tindakan-tindakan ekstrem, seperti terorisme yang sangat merugikan publik.

Oleh karena itu, lanjut Fajar, pihaknya ingin mengingatkan generasi muda melalui pembuatan film itu. “Ini loh korban yang berbicara langsung, menceritakan langsung tentang pengalamannya. Memang kita kemas secara entertainment dalam sebuah film,” imbuhnya.

Menurut Fajar, film ini diperuntukkan untuk remaja ke atas. “Memang film ini, tipenya sekolah, pesantren, seperti sepuluh kota yang sudah menjadi program kami. Seminimal mungkin kita ingin mengurangi aspek komersialisasinya, karena kita memang berkomitmen, semakin banyak orang yang melihat film itu, maka semakin bagus kampanye antiradikalisasi lewat film tersebut,” pungkasnya.
 
© Copyright 2010-2011 TANAH KHATULISTIWA All Rights Reserved.
Template Design by Purjianto | Published by script blogger | Powered by Blogger.com.